Pandemi COVID-19 membawa pengaruh yang signifikan terhadap para penyandang disabilitas. Mereka memiliki tingkat risiko kematian yang lebih besar. Di antara yang paling terdampak adalah penyandang disabilitas intelektual, mereka yang tinggal di fasilitas perawatan, dan perempuan dengan disabilitas. Pandemi COVID-19 berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyandang disabilitas karena keterbatasan layanan perawatan yang tersedia.[1] Jumlah penyandang kecacatan juga diperkirakan mengalami peningkatan akibat pandemi.[2] Penyandang disabilitas yang terdiri atas penyandang cacat fisik, mental, intelektual, atau sensorik, secara umum menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan, memiliki kebutuhan kesehatan yang lebih besar, menghadapi risiko keparahan yang lebih tinggi, dan berhadapan dengan peraturan dan stigma yang diskriminatif.[3] Pandemi COVID-19 turut memperparah kondisi kesenjangan ini.
Penyandang disabilitas juga rentan menjadi korban kekerasan domestik dan pelecehan.[4] Mereka lebih berisiko kehilangan pekerjaan dan menghadapi kesulitan menemukan moda transportasi untuk menjangkau tempat kerjanya di masa pandemi. Penyandang disabilitas anak terganggu kegiatan belajarnya.[5] Anak-anak dengan disabilitas menghadapi banyak kesulitan ketika belajar secara daring, misalnya kesulitan mendapatkan terapi fisik dan okupasi serta akses ke teknologi bantu.[6]
Di masa pandemi COVID-19, risiko penyandang cacat untuk sakit atau meninggal empat kali lebih besar daripada non disabilitas. Bukan hanya karena faktor kecacatannya, tetapi juga akibat kebijakan, perencanaan, dan praktik kesehatan yang masih mengabaikan kebutuhan mereka.[7]
Risiko penyakit
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penyandang disabilitas lebih berisiko tertular COVID-19. Tindakan pencegahan sulit diterapkan pada kelompok ini. Pemberlakuan jarak sosial, misalnya, sulit dilakukan karena mereka membutuhkan orang lain sebagai pendukung.[2] Tantangan yang lain adalah akses terhadap informasi terkait pandemi, risiko perburukan karena kondisi disabilitas yang telah ada, dan gangguan pada layanan pendukung dan perawatan selama pandemi. Informasi terkait pencegahan penyakit juga belum semuanya tersedia dalam format yang sesuai dengan kebutuhan mereka.[2]
Penyandang disabilitas umumnya juga terkonsentrasi di pusat perawatan yang rentan penularan, seperti panti jompo atau fasilitas perawatan lainnya.[8] Kematian karena COVID-19 di fasilitas perawatan mencapai antara 19% sampai 72%. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan sekitar 46% individu berusia 60 tahun atau lebih di seluruh dunia merupakan penyandang disabilitas. Sebanyak 80% berada di negara berkembang yang memiliki keterbatasan layanan kesehatan.[9]
Dampak pandemi
Sosial
Hasil studi selama pandemi menyatakan bahwa penyandang disabilitas lebih rentan mengalami tekanan sosial dan psikologis.[10] Mereka cenderung merasakan kesepian dan isolasi yang kemudian bisa memicu masalah kesehatan lainnya.[11] Para penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan setidaknya menghadapi tiga kondisi sulit, yaitu kehilangan kontak sosial dan kedekatan dengan orang lain, tinggal di rumah dalam jangka waktu lama sehingga kehidupan sehari-hari mereka berubah, dan kesulitan memahami tindakan pencegahan.[12] Pada penyandang disabilitas fisik, pandemi berdampak pada perubahan pola kehidupan sehari-hari, termasuk menurunnya akses terhadap perawatan kesehatan. Pergeseran kebiasaan sosial dan gaya hidup, perubahan suasana hati, dan penurunan tingkat aktivitas fisik juga dilaporkan lazim terjadi.[13] Kekhawatiran terhadap penularan virus dan tentang bagaimana penyandang disabilitas anak dapat bertahan tanpa program rehabilitasi menjadi beban pikiran tersendiri bagi pengasuh (orangtua dan anggota keluarga yang lain). Akibatnya, pengasuh lebih rentan terhadap stres, depresi, dan kecemasan.[14]
Risiko paparan terhadap kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual juga cenderung lebih tinggi pada perempuan penyandang disabilitas dan perempuan yang merawat penyandang disabilitas. Mereka juga kesulitan menjangkau layanan kesehatan reproduksi dan mengalami kerugian sosial ekonomi yang terkait pandemi.[15]
Pekerjaan
Penelitian di Inggris menemukan bahwa selama tiga bulan pertama pandemi, partisipan penyandang disabilitas telah mengalami pemotongan jam kerja dan tekanan keuangan lebih besar daripada rekan kerjanya.[16] PBB juga menyatakan penyandang disabilitas lebih rentan kehilangan pekerjaan saat pandemi dan menghadapi lebih banyak kesulitan saat ingin kembali bekerja di masa pemulihan. Individu yang mengembangkan gejala COVID jangka panjang (long COVID), seperti kelelahan kronis, juga mungkin mengalami kesulitan saat kembali bekerja.[17]
Pendidikan
Seiring dengan penutupan sekolah mulai April 2020 di hampir 190 negara di dunia, 1.5 milyar siswa menjalani pembelajaran jarak jauh, termasuk juga para penyandang disabilitas.[18] Siswa dengan disabilitas memiliki tantangan yang lebih banyak. Tidak hanya ketersediaan akses internet dan sumber belajar, mereka juga memerlukan akses ke alat bantu khusus dan kurikulum pendidikan jarak jauh yang ramah penyandang disabilitas.[18] Selama bersekolah secara normal, mereka mungkin memperoleh akses ke alat bantu yang dimiliki sekolah, tetapi saat belajar jarak jauh mereka tidak mendapatkan itu. Meski kecacatan dapat terjadi di semua lapisan sosial, penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa anak-anak penyandang disabilitas lebih banyak ditemukan di keluarga miskin. Keluarga yang memiliki anggota keluarga cacat juga harus mengalokasikan anggaran lebih untuk perawatan dan terapi khusus.[5] Hal ini tentu akan memengaruhi kemampuan orangtua siswa untuk menyediakan alat bantu selama pembelajaran dari rumah.
Rekomendasi
Di masa pandemi, komunitas penyandang disabilitas memerlukan dua jenis kebijakan, yaitu kebijakan arus utama yang lebih inklusif dan kebijakan pengendalian penularan yang dirancang khusus dengan memperhitungkan kebutuhan spesifik mereka.[19] Rekomendasi yang diberikan oleh sejumlah ahli kesehatan mencakup: pelibatan penyandang disabilitas dalam pengambilan keputusan, penyediaan akses informasi dan komunikasi yang inklusif, dan ketersediaan pedoman khusus bagi penyandang kecacatan.[20] Sejumlah peneliti juga merekomendasikan program perlindungan sosial untuk penyandang disabilitas dan keluarganya. Idealnya, jumlah nominal jaminan sosial yang diberikan mempertimbangkan dampak pandemi terhadap keluarga termiskin dan biaya perawatan tambahan yang diperlukan oleh penyandang disabilitas.[21]
Daftar referensi
Wikiwand in your browser!
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.