Remove ads
Politisi dan diplomat Korea Selatan Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Ban Ki-moon (Hangeul: 반기문, Hanja: 潘基文, Ban Gimun, pelafalan IPA: [pan.gi.mun]; lahir 13 Juni 1944 ) adalah seorang diplomat Korea Selatan dan pernah menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia menggantikan Kofi Annan yang telah menyelesaikan masa jabatannya pada 1 Januari 2007.[2]
Ban Ki-moon | |
---|---|
Hangeul | 반기문 |
Hanja | 潘基文 |
Alih Aksara yang Disempurnakan | Ban Gi-mun |
McCune–Reischauer | Pan Kimun |
Pengucapan Korea: [panɡimun] |
Ban pernah menjabat sebagai menteri luar negeri Republik Korea pada periode Januari 2004 hingga 1 November 2006. Pada 13 Oktober 2006, ia terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kedelapan pada Sidang Umum PBB dan dilantik pada 14 Desember 2006. Pada 21 Juni 2011, Ban terpilih untuk menjalankan periode keduanya sebagai Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat hasil Sidang Umum untuk masa jabatan 2012 hingga 2016.[3][4]
Ban lahir di Eumseong di sebuah desa kecil di Chungcheong Utara pada tahun 1944 di akhir masa Penjajahan Jepang di Korea. Ia dan keluarganya pindah ke kota kecil dekat Chungju di mana ia dibesarkan di sana.[5] Selama masa kecilnya, ayah Ban memiliki bisnis pergudangan, namun gudang tersebut bangkrut dan keluarganya mengalami kesulitan ekonomi. Ketika Ban berumur 6 tahun, keluarganya pindah ke daerah pegunungan selama Perang Korea.[1] Setelah perang usai, keluarganya kembali lagi ke Chungju.
Di sekolah menengah atas (SMA Chungju), Ban menjadi bintang kelas, terutama dalam pelajaran Bahasa Inggris. Pada tahun 1952, ia terpilih mewakili kelasnya untuk mengirimkan sebuah pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskjöld, tetapi tidak pernah diketahui apakah pesan tersebut terkirim atau tidak. Pada tahun 1962, Ban memenangkan sebuah lomba menulis esai yang disponsori oleh Palang Merah dengan hadiah perjalanan ke Amerika Serikat. Di sana ia tinggal di San Fransisco bersama dengan keluarga tamu selama beberapa bulan.[6] Sebagai bagian dari hadiah perjalanan tersebut, Ban bertemu dengan Presiden AS John F. Kennedy. Ketika seorang jurnalis yang berada di lokasi pertemuan tersebut mewawancarai Ban tentang apa yang ia ingin lakukan ketika menjadi dewasa, ia menjawab:"Saya ingin menjadi seorang diplomat."[7]
Ban meraih Ban memperoleh gelar sarjananya dalam Hubungan Internasional dari Universitas Nasional Seoul pada tahun 1970 dan memperoleh gelar Master dalam bidang Administrasi Publik dari Sekolah Pemerintahan John F. Kennedy di Universitas Harvard pada 1985.[7] Di Harvard, ia belajar dibawah didikan Joseph Nye yang mengenal Ban karena memiliki "sebuah kombinasi yang langka antara analisis yang jelas, kerendahan hati dan sikap protektif."[6] Ban dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dibidang hukum oleh Universitas Malta pada 22 April 2009.[8] Ia kemudian juga menerima penghargaan Doktor Hukum oleh Universitas Washington pada Oktober 2009.[9] Selain berbahasa Korea sebagai bahasa asalnya, ia juga mampu berbahasa Inggris, Prancis, Jepang, dan Jerman. Akan tetapi, kemampuannya berbahasa Prancis, bahasa yang diisyaratkan sebagai bahasa yang wajib dikuasai oleh Sekretaris Jenderal PBB, masih diragukan.[10]
Ban Ki-moon bertemu dengan Yoo Soon-taek pada tahun 1962 ketika mereka menjadi siswa sekolah menengah atas. Ban berumur 18 tahun, dan Yoo Soon-taek adalah wakil ketua organisasi kesiswaan sekolah menengah. Ban Ki- moon menikah dengan Yoo Soon-taek pada tahun 1971. Mereka memiliki tiga anak: dua perempuan dan satu laki-laki.[11] Anak perempuan tertuanya, Seon-yong (lahir 1972) bekerja untuk Yayasan Korea di Seoul. Anak laki - lakinya, Woo-hyun (lahir 1974) meraih gelar MBA dari Sekolah Manajemen Anderson UCLA di Universitas California, Los Angeles dan bekerja untuk sebuah firma investasi di New York. Anak perempuan yang paling kecil, Hyun-hee (lahir 1976), adalah pengawas lapangan untuk UNICEF di Nairobi, Kenya. Setelah pemilihannya sebagai Sekretaris Jenderal, Ban menjadi ikon di kota tempat ia tinggal di mana keluarga besarnya tinggal. Sekitar 50.000 orang berkumpul di sebuah lapangan bola di Chungju untuk merayakan hasil pemilihan tersebut. Beberapa bulan setelah pemilihannya, ribuan praktisi feng shui mengunjungi desanya untuk mencari tahu bagaimana desa tersebut dapat menghasilkan orang penting semacam Ban.[5] Ban sendiri bukanlah anggota dari gereja manapun atau kelompok religi dan ia menolak untuk menjelaskan secara rinci tentang kepercayaannya: "Sekarang, sebagai Sekretaris Jenderal, bukanlah waktu yang tepat untuk membahas tentang kepercayaan saya berkaitan dengan agama atau Allah apapun. Jadi mungkin kita akan membahas hal mengenai masalah pribadi di lain kesempatan." Ibu Ban sendiri dikabarkan beragama Buddha.[5]
Dalam Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Ban dipanggil dengan sebutan Ban-jusa, yang artinya "Sang Birokrat" atau "pegawai administratif". Nama tersebut digunakan untuk tujuan positif maupun negatif: pujian atas perhatian Ban terhadap hal yang detail dan kemampuan administratif sementara ejekan untuk menunjukkan kurangnya karisma dan sikap patuh yang berlebihan kepada atasannya.[12] Korps media Korea menyebutnya dengan "belut yang licik" atas kemampuannya untuk menghindari pertanyaan.[7] Pembawaan dirinya sering dideskripsikan menggunakan "pendekatan Konfusius".[13]
Setelah lulus dari universitas, Ban meraih angka tertinggi dalam tes pelayanan luar negeri Korea. Ia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Korea Selatan pada Mei 1970 dan kariernya terus menanjak selama masa Konstitusi Yusin.[6]
Penempatannya yang pertama di luar negeri adalah di New Delhi, India di mana Ban bekerja sebagai wakil konsul dan menarik perhatian banyak atasannya di kementerian luar negeri dengan kompetensinya, Ban dikabarkan lebih memilih untuk menerima sebuah penempatan di India dibandingkan dengan Amerika Serikat, karena di India ia dapat berhemat dan mengirimkan lebih banyak uang untuk keluarganya. kemudian menempati pos di Divisi Perserikatan Bangsa-bangsa di markas besar Kementrian Luar Negeri. Pada tahun 1974, Ban menerima pengirimannya pertamanya ke PBB, sebagai Sekretaris Pertama pada Misi Pengamat Tetap Republik Korea (Korea Selatan menjadi anggota penuh PBB pada 17 September 1991).[14] Setelah pembunuhan Park Chung-hee pada tahun 1979, Ban mengambil alih pos Direktur pada Divisi PBB.
Pada tahun 1980, Ban menjadi direktur untuk Biro Traktat dan Organisasi Internasional PBB yang bermarkas di Seoul.[15] Ia pernah ditempatkan dua kali di Kedutaan Besar Korea di Washington D.C.. Di antara kedua penempatannya ini, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal untuk Urusan Amerika pada 1990-1992. Ia kemudian dipromosikan menjadi Wakil Menteri untuk Perencanaan Kebijakan dan Organisasi Internasional pada 1995. Kemudian ia diangkat menjadi Penasihat Keamanan Nasional untuk Presiden pada 1996,[15] dan menjabat sebagai Wakil Menteri pada 2000. Penempatannya yang paling terakhir adalah sebagai Penasihat Kebijakan Luar Negeri untuk Presiden Roh Moo-hyun.[15]
Ketika menjadi Duta Besar untuk Austria, ia terpilih sebagai Ketua Komisi Persiapan bagi Organisasi Perjanjian Pelarangan Uji-coba Nuklir yang Menyeluruh (CTBTO PrepCom) pada 1999. Ketika tiba giliran Korea menjabat sebagai ketua Sesi ke-56 dari Sidang Umum PBB pada 2001, ia bertugas sebagai Chef de Cabinet dari Ketua Sidang Umum.
Pada tahun 2004, Ban menggantikan Yoon Young-kwan sebagai Menteri Luar Negeri Korea Selatan dibawah kepemimpinan Presiden Roh Moo-hyun. Pada awal masa jabatannya, Ban menghadapi dua krisis utama: Di bulan Juni 2004, Kim Sun-il, seorang penerjemah Korea diculik dan dibunuh di Irak oleh kelompok ekstrem; dan pada bulan Desember 2004, banyak warga Korea Selatan yang meninggal akibat tsunami di Samudra Hindia. Popularitasnya naik setelah pembicaraan dengan Korea Utara mengalami kemajuan.[15] Ban aktif terlibat dalam isu yang berkaitan dengan relasi antar Korea.[16] Pada September 2005, sebagai menteri luar negeri, Ban memegang peranan penting dalam usaha-usaha diplomatik untuk mengadopsi Pernyataan Bersama dalam memecahkan masalah nuklir Korea Utara pada Putaran Keempat dari Perundingan enam negara yang diselenggarakan di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok.[17][18]
Kandidat Sekretaris Jenderal 2007[19] | ||
---|---|---|
Nama | Jabatan | |
Ban Ki-moon | Menteri luar negeri Korea Selatan | |
Shashi Tharoor | Wakil Sekretaris-Jenderal untuk informasi publik | |
Vaira Vīķe-Freiberga | Presiden Latvia | |
Ashraf Ghani | Rektor Universitas Kabul, Afghanistan | |
Surakiart Sathirathai | Deputi Perdana Menteri Thailand | |
Pangeran Zeid bin Ra'ad | Duta besar Yordania untuk PBB | |
Jayantha Dhanapala | Mantan Wakil Sekretaris-Jenderal untuk pembatasan angkatan bersenjata |
Pada Februari 2006, Ban menyatakan pencalonannya untuk menggantikan Kofi Annan sebagai Sekretaris Jenderal PBB pada akhir 2006. Ini adalah kali pertama seorang Korea Selatan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan tersebut.[20]
Dalam masa kampanye sebagai calon Sekretaris-Jenderal, Ban melakukan sejumlah orasi di Asia Society dan Dewan Hubungan Internasional di New York.[21][22] Selain harus mendapatkan dukungan dari komunitas diplomat, Ban juga harus melewati hak veto yang mungkin dapat diberikan kepadanya oleh 5 anggota tetap Dewan Keamanan: RRT, Prancis, Rusia, Britania Raya dan Amerika Serikat. Ban populer di Washington dengan kebijakan mengirimkan pasukan Korea Selatan ke Irak. Tetapi Ban juga melawan beberapa kebijakan AS: ia memberikan dukungannya kepada Mahkamah Pidana Internasional dan meminta agar tidak terjadi pendekatan secara konfrontasi dengan Korea Utara.[7] Ban mengatakan bahwa selama masa kampanyenya ia akan melakukan kunjungan ke Korea Utara untuk bertemu secara pribadi dengan Kim Jong-il.[18] Ban dipandang sebagai seseorang yang dingin, berbeda dengan Kofi Annan yang dinilai memiliki kharisma namun lemah dalam mengatur masalah yang sedang berkembang misalnya dalam program pengadaan minyak sayur untuk Irak.[12]
Ban juga berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari Prancis. Biografi resmi yang dimilikinya mencatat bahwa ia mampu berbahasa Inggris dan Prancis, dua bahasa utama yang digunakan di sekretariat PBB. Ia berulang kali kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh para wartawan dalam bahasa Prancis.[10] Dalam sebuah konferensi pers pada 11 Januari 2007, ia menyatakan bahwa "Bahasa Prancis saya mungkin bisa lebih diperbaiki, dan saya akan terus berusaha memperbaikinya. Saya telah mengambil kursus bahasa Prancis dalam beberapa bulan ini. Saya pikir, walaupun bahasa Prancis saya tidak bagus, saya akan tetap beruaha mempelajarinya."[23]
Dengan semakin dekatnya pemilihan Sekretaris-Jenderal, kritikan terhadap Ban sebagai wakil Korea Selatan semakin meningkat. Beberapa artikel menuliskan bahwa Ban telah menemui semua anggota Dewan Keamanan dalam perannya sebagai Menteri Luar Negeri dan Perdagangan untuk mendapatkan dukungan lewat perjanjian kerjasama dalam bidang perdagangan dengan negara - negara Eropa serta janji untuk memberikan bantuan kepada negara - negara berkembang.[24] Menurut The Washington Post,"calon lain telah mengungkapkan kekesalannya kepada Korea Selatan, yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kesebelas di dunia karena telah menggunakan pengaruh ekonominya untuk memperkuat pencalonan Ban." Atas pernyataan ini, Ban membalasnya dengan mengatakan bahwa
"Sebagai seorang calon pemimpin, saya tahu bahwa saya akan menjadi target atas proses yang sedang diamati oleh banyak kepentingan ini dan saya adalah orang yang memegang integritas."[25]
Ban menduduki tempat teratas pada setiap kali pengumpulan pendapat yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB pada 24 Juli,[26] 14 September,[27] dan 28 September.[28] Dalam pengumpulan pendapat kedua, ia memperoleh 14 suara "yang menggembirakan" dan 1 suara "yang mengecewakan". The Australian melaporkan bahwa satu suara yang mengecewakan itu berasal dari Qatar, yang menyiratkan bahwa Ban mendapatkan dukungan dari kelima anggota tetap Dewan Keamanan yang mempunyai hak untuk memveto kandidat.[29] Pada pengumpulan pendapat ketiga, Ban memperoleh 13 suara yang menggembirakan, satu suara yeng mengecewakan, dan satu suara “tidak ada pendapat”. Tidak jelas apakah ke-13 pendukungnya kali ini mencakup kelima anggota tetap Dewan Keamanan.
Pengumpulan pendapat keempat dilangsungkan pada 2 Oktober. Pengumpulan suara kali ini diberi kode warna untuk membedakan antara suara anggota tetap dan yang tidak tetap.[30] Pada pemungutan suara final secara informal yang diadakan pada 2 Oktober dalam Dewan Keamanan, Ban menerima empat belas suara yang menyatakan setuju serta satu suara abstain dari anggota Dewan Keamanan PBB. Satu suara abstain diberikan oleh delegasi Jepang yang menentang ide seorang berkebangsaan Korea menduduki peran sebagai Sekretaris-Jenderal. Dukungan yang sangat besar kepada Ban oleh seluruh anggota Dewan Keamanan PBB, Jepang akhirnya mendukung Ban untuk mengurangi kontroversi. Hal lain yang lebih penting, Ban adalah satu-satunya calon yang terhindar dari hak veto, kandidat lainnya minimal menerima satu suara "tidak" oleh anggota tetap Dewan Keamanan.[31] Setelah pemilihan, Shashi Tharoor, yang menduduki tempat kedua kemudian mundur dari pencalonan dirinya.[32] dan Wakil Tetap RRT untuk PBB mengatakan kepada media bahwa "semuanya telah jelas berdasarkan hasil pemungutan suara hari ini bahwa Ban Ki-Moon adalah kandidat yang akan direkomendasikan oleh Dewan Keamanan kepada Majelis Umum."[33]
Pada 9 Oktober, Dewan Keamanan PBB resmi mencalonkan Ban sebagai Sekretaris Jenderal PBB yang baru. Keputusan ini masih harus dikukuhkan oleh Sidang Umum PBB yang akan bertemu pada akhir tahun 2006.[34] Pada 13 Oktober, 192 anggota Majelis Umum mengesahkan Ban sebagai Sekretaris-Jenderal.
Saat Ban menjadi Sekretaris-Jenderal, pada tahun 2007, The Economist membuat daftar tantangan yang harus ia hadapi:"meningkatnya ancaman nuklir di Iran dan Korea Utara, konflik di Darfur, kekerasan yang tidak pernah selesai di Timur Tengah, ancaman bencana alam, meningkatnya ancaman terorisme internasional, berkembangnya senjata pemusnah massal, penyebaran HIV/AIDS dan beberapa hal lain seperti bisnis raksasa yang tidak pernah habis mengenai usaha untuk mereformasi dalam sejarah PBB."[35] Sebelumnya, Kofi Annan bercerita mengenai Trygve Lie, Sekretaris-Jenderal yang pertama, ia meninggalkan pesan kepada penerusnya, Dag Hammarskjöld, "Kamu akan mengambil alih pekerjaan paling penting di dunia."[36]
Pada 23 Januari 2007 Ban mulai bekerja sebagai Sekretaris-Jenderal PBB kedelapan. Masa jabatan Ban sebagai Sekretaris-Jenderal dimulai dengan kejutan. Pada 2 Januari 2007, awal pertemuannya dengan pers sebagai Sekretaris-Jenderal, ia menolak menjatuhkan hukuman mati kepada Saddam Hussein yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Irak. Pernyataan Ban bertolak belakang dengan kesepakatan jangka panjang dari PBB mengenai penolakan penalti hukuman mati sebagai sebuah kepentingan hak asasi manusia. Ia segera mengklarifikasi pernyataannya dalam kasus Barzan al-Tikriti dan Awad al-Bandar, dua petinggi utama yang dinyatakan bersalah atas meninggalnya 148 kaum Muslim Syiah di desa Dujail, Irak pada dekade 1980an. Dalam sebuah pernyataan lewat juru bicaranya pada 6 Januari, ia "dengan keras mendesak pemerintah Irak untuk memberikan penundaan eksekusi kepada mereka yang akan dihukum mati dalam waktu dekat."[37][38] Dalam isu yang lebih luas, ia mengatakan kepada seorang audiensi di Washington, D.C. bahwa ia mendorong "tren global yang sedang berkembang dalam himpunan masyarakat internasional, hukum internasional dan kebijakan domestik serta kebiasaan untuk menarik secara bertahap kebijakan penalti hukuman mati"[39]
Pada awal Januari, Ban menunjuk beberapa anggota penting dalam kabinetnya. Asha-Rose Migiro, professor dan menteri luar negeri asal Tanzania dipilih untuk menjabat sebagai Deputi Sekretaris-Jenderal - sebuah regenerasi yang menggembirakan bagi para diplomat Afrika karena mereka tidak kehilangan wakilnya setelah Annan tidak lagi menjabat.[40]
Jabatan Wakil Sekretaris-Jenderal Manajemen diisi oleh Alicia Bárcena Ibarra dari Meksiko. Sebelumnya Bárcena bekerja sebagai kepala staf dibawah pimpinan Annan. Penunjukkannya oleh Ban dipandang sebagian orang sebagai kritik dan indikasi yang diperkirakan tidak akan membuat perubahan besar dalam birokrasi PBB.[41] Ban menunjuk Sir John Holmes, Duta Besar Britania Raya untuk Prancis, sebagai Wakil Sekretaris-Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat.[41]
Pada awalnya, Ban menyatakan bahwa ia akan menunda membuat janji lain hingga putaran pertama program reformasi PBB terlaksana, tetapi kemudian ia mengabaikan ide ini setelah menerima kritik.[37] Pada bulan Februari, ia melanjutkan janjinya, memilih B. Lynn Pascoe, Duta Besar AS untuk Indonesia, menjadi Wakil Sekretaris-Jenderal untuk urusan politik. Jean-Marie Guéhenno, diplomat asal Prancis yang telah bekerja pada periode Annan sebagai Wakil Sekretaris-Jenderal untuk operasi perdamaian dipertahankan posisinya. Ban memilih Vijay K. Nambiar sebagai Kepala Staf.[42]
Janji untuk menempatkan banyak wanita di bagian jabatan yang penting dilihat sebagai janji kampanye yang direalisasikan oleh Ban. Selama satu tahun sebagai Sekretaris-Jenderal, jabatan utama dan penting dipegang oleh wanita lebih banyak daripada masa - masa sebelumnya. Walaupun tidak ditunjuk langsung oleh Ban, Presiden Sidang Umum, Haya Rashed Al-Khalifa, menjadi wanita ketiga yang memegang posisi tersebut dalam sejarah PBB.[43]
Ban mengajukan dua restrukturisasi besar selama bulan - bulan awal jabatannya; memisahkan operasi perdamaian PBB menjadi dua departemen dan menggabungkan bagian urusan politik dengan departemen perlucutan senjata. Rencana ini mendapat perlawanan dari anggota Sidang Umum PBB yang menolak agar rencana Ban dapat segera diterima. Rencana penggabungan ini juga dikritisasi oleh banyak negara berkembang. Rumor yang beredar bahwa Ban mengharapkan menempatkan seorang Amerika, B. Lynn Pascoe di kantor baru. Alejandro D. Wolff, kemudian bertindak sebagai Duta Besar Amerika Serikat, kata Amerika Serikat membalas rencana tersebut.[37][44]
Sekretaris-Jenderal PBB memilik peran untuk terlibat aktif dalam debat mengenai hampir seluruh isu - isu global. Walaupun tidak berhasil dalam beberapa bidang, Annan sebagai pendahulu Ban berhasil meningkatkan peran PBB dalam bidang perdamaian dan memopulerkan Sasaran Pembangunan Milenium. Para pengamat PBB menunggu isu-isu yang akan diangkat dan difokuskan oleh Ban, sebagai bagian dari janjinya untuk mereformasi birokrasi PBB.[35]
Ban mengungkapkan bahwa pemanasan global adalah salah satu isu penting dalam kebijakannya. Dalam pertemuan dengan presiden Amerika Serikat George W. Bush di Gedung Putih, Ban mendesak Bush untuk mengambil langkah membatasi emisi gas rumah kaca. Pada 1 Maret 2007, dalam pidatonya sebelum sidang Majelis Umum PBB, Ban lebih lanjut menekankan kepeduliannya terhadap pemanasan global. Ia menyatakan
"Bagi generasi saya, lahir pada masa sulitnya Perang Dingin, ketakutan terhadap nuklir musim dingin sepertinya menjadi masalah yang amat penting. Namun dampak yang ditimbulkan atas perang - dan dampaknya bagi planet kita - sangat berhubungan erat dengan masalah perubahan iklim."[45]
Pada Kamis, 22 Maret 2007, ketika Ban melakukan kunjungan di Timur Tengah, sebuah bom mortar meledak sekitar 80 meter dari tempat di mana Sekretaris-Jenderal berdiri, mengganggu kegiatan jumpa pers yang diadakan di zona hijau Baghdad. Kejadian ini mengejutkan Ban dan yang lainnya. Tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut.[46] PBB telah membatasi aktivitasnya di Irak setelah perwakilannya di Baghdad diledakkan pada Agustus 2003, mengakibatkan 22 orang meninggal dunia. Namun, Ban tetap mengharapkan agar dapat menemukan solusi terbaik untuk PBB untuk "berbuat lebih bagi perkembangan kehidupan politik dan sosial di Irak."[47]
Dalam kunjungannya di Timur Tengah, Ban mengunjungi Mesir, Israel, Tepi barat, Yordania, Lebanon dan Arab Saudi. Ban juga menghadiri konferensi dengan para pemimpin Liga Arab dan bertemu dengan Omar Hassan al-Bashir, presiden Sudan yang menolak pasukan keamanan PBB di Darfur. Saat Ban bertemu dengan Mahmoud Abbas, presiden Palestina, ia menolak untuk bertemu dengan Ismail Haniya yang berasal dari Hamas.[48]
Pada 10 Maret 2008, Ban mengeluarkan kritikan terhadap Israel yang membangun permukiman di Tepi barat dan keputusan Israel tersebut bertentangan dengan "kewajiban Israel dibawah peta jalan" untuk perdamaian di Timur Tengah.[49]
Ban dua kali memperoleh penghargaan Bintang Jasa pada tahun 1975, 1986, dan 2006 dari Pemerintah Republik Korea.[17] Atas keberhasilannya sebagai duta besar, ia memperoleh Bintang Kehormatan Besar dari Republik Austria pada 2001. Setahun kemudian, pemerintah Brasil menganugerahi Salib Agung Rio Branco kepadanya. Pada September 2005, Masyarakat Korea di New York menganugerahkan kepadanya Penghargaaan Van Fleet atas sumbangannya untuk persahabatan AS-Republik Korea.[50]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.