Loading AI tools
Struktur untuk memasang meriam di perahu Melayu Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Apilan dan kota mara adalah dua istilah kelautan melayu yang merujuk pada struktur pada kapal tempat meriam dipasang. Istilah ini digunakan terutama pada perahu dan kapal Melayu.
Apilan (atau ampilan)[1] adalah perisai senjata (gunshield) kayu yang ditemukan di perahu melayu di mana meriam ditempatkan. Ia memiliki lubang untuk menempatkan meriam panjang, dan kadang-kadang meriam putar dapat ditempatkan di atas apilan. Apilan tidak permanen, ia dapat dirakit, dibongkar, dan dipindahkan.[2] Awak perahu melayu mengoperasikan meriam panjang di belakang sebuah apilan. Apilan biasanya terletak di haluan perahu.[3] Perisai senjata ini hanya dipasang saat kapal beraksi. Sunting apilan adalah nama yang diberikan kepada dua lela atau meriam ringan yang berdiri di atas perisai senjata dari sebuah meriam berat.[4]
Apilan adalah kata yang melayu yang sebenarnya, tidak diturunkan dari kata apa pun. Ia juga merupakan kata yang berdiri sendiri, karena fakta bahwa suku katanya adalah api-lan bukan apil-an.[5]
Kota mara adalah tembok pertahanan atau casement perahu melayu. Fungsinya untuk melindungi penembak. Berlawanan dengan apilan, kota mara tidak dapat dipindahkan.[2] Ia adalah dinding permanen baterai meriam di kapal perompak Melayu. Istilah saga kota mara mengacu pada alat khusus yang menjaga perisai senjata (apilan) di posisinya. Kata benteng juga digunakan untuk dinding pertahanan permanen ini. Ambong-ambong adalah balok-balok kayu yang membentuk bagian dari kerangka baterai dalam perahu perompak Melayu. Blok-blok ini menyokong pangkal dari benteng.[4] Kota mara sudah ada setidaknya sejak abad ke-8 Masehi, ditunjukkan pada relief kapal Borobudur.[6]
Kata kotta berasal dari kata Melayu kota yang pada gilirannya berasal dari kata Sanskerta कोट्ट (kota) yang berarti benteng, perkubuan, kastil, rumah yang dibentengi, pabrik, kota, atau tempat yang dikelilingi oleh tembok.[7] Kata mara mungkin berasal dari kata melayu yang berarti "tampil ke hadapan", "maju", "datang",[5] "pindah ke depan", dan "lanjutan".[8] Dengan demikian dapat diartikan sebagai "tembok pertahanan sebelum sebuah meriam" atau "dinding pertahanan di depan". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kota mara berarti (1) Dinding di atas kapal untuk melindungi orang yang memasang meriam (2) Teras atau dinding di atas sebuah benteng tempat meriam.[9] Menurut H. Warington Smyth, kota mara berarti sekat dek melintang di haluan dan buritan kapal.[10] Benteng itu sendiri berarti bangunan tempat berlindung atau bertahan, dinding untuk menahan serangan, sesuatu yang dipakai untuk memperkuat atau mempertahankan kedudukan,[5] atau baterai.[4]
Residen Singapura John Crawfurd mencatat perompakan Melayu dekat perairan Singapura. Kapal-kapal bajak laut Melayu pada waktu itu memiliki panjang 40–50 kaki (12–15 m) dengan lebar 15-kaki (4,6 m). Geladaknya terbuat dari kayu nibong yang terbelah. Kapal bajak laut yang lebih kecil memasang benteng tebal [apilan] saat bertempur, sementara yang lebih besar seperti yang dimiliki orang-orang Lanun memiliki tepian bambu yang menjorok tergantung di atas bibir kapal mereka, dengan tembok pertahanan [kota mara] dari anyaman rotan sekitar 3 kaki (1 meter) tingginya. Krunya mungkin terdiri dari 20–30 orang, ditambah dengan pendayung dari budak yang ditangkap. Kapal kecil akan memiliki sembilan dayung per sisi; yang lebih besar bertingkat dua, dengan pendayung atas yang duduk di proyeksi dinding tersembunyi di balik jeruji rotan. Persenjataan bajak laut ini termasuk benteng di dekat haluan, dengan meriam besi atau kuningan 4 pon, dan benteng lainnya di buritan, umumnya dilengkapi dengan dua meriam putar. Mereka juga mungkin memiliki empat atau lima meriam putar kuningan, atau rantaka, di setiap sisi. Mereka memiliki perisai bambu, dan dipersenjatai dengan tombak, keris, senapan lontak dan senjata api lain yang bisa mereka peroleh.[11]
Deskripsi H. H. Frese dari kapal pribadi Sultan Riau dari tahun 1883 berbunyi:[12]
Kapal yang cepat dan mengesankan ini dipersenjatai dengan kuat untuk menangkis bajak laut, bahaya nyata pada waktu itu. Dua meriam berat kuningan yang diisi dari depan dipasang di geladak depan mengarah ke depan. Sebuah perisai berat, atau apilan, untuk melindungi para penembak, dibangun dari balok horisontal yang mana kayu segar harus digunakan untuk mencegah pecahnya serpihan yang berbahaya ketika terkena meriam atau peluru.
— The Mariner's Mirror
Letnan T.J. Newbold mencatat tentang perahu bajak laut melayu:[3]
Perahu-perahu yang digunakan oleh perompak Melayu adalah seberat delapan hingga sepuluh ton, diawaki dengan baik dan sangat cepat, terutama dengan dayung pendek yang biasa digunakan. Mereka umumnya dipersenjatai dengan meriam putar pada haluan, tengah, dan buritan, berkaliber kecil, tetapi memiliki jarak jangkau yang jauh. Ketika bersiap untuk menyerang, benteng kuat dari kayu yang disebut 'Apilan' didirikan, di belakangnya para kru berlindung, bertempur dengan meriam-meriam panjang mereka sampai mangsa mereka lumpuh; atau sampai gong membunyikan sinyal agar melakukan boarding (taktik merampas kapal musuh dengan naik ke atasnya).
— Journal of the Asiatic Society of Bengal, Volume 5
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.