Anafora dapat memiliki beberapa makna seperti di bawah ini.
- Anafora (linguistik), yaitu pengulangan bunyi, kata atau struktur sintaksis pada larik-larik atau kalimat-kalimat yang berurutan untuk memperoleh efek-efek tertentu.[1] Anafora dapat ditemukan dalam puisi, biasanya pada awal dua larik puisi secara berurutan.[2] Dalam konteks ini, anafora termasuk bagian gaya bahasa paralelisme bersama dengan epifora.[3] Anafora digunakan oleh penyair untuk meningkatkan kualitas ritme dan memperindah bunyi.[4]
- Anafora (wacana), yaitu rujukan atau subtistusi atas sesuatu yang terlah disebutkan sebelumnya dalam wacana (disebut anteseden).[1] Contohnya yakni penggunaan kata 'itu' dalam "walaupun pesawat terbang tersebut mengalami kerusakan, itu tetap masih dapat terbang". Dalam hal ini, pronomina 'itu' menyubtitusikan anteseden 'pesawat terbang tersebut'.[5]
- Anafora (liturgi), istilah yang disebut juga Doa Syukur Agung dalam misa Gereja Katolik Roma.
Harimurti Kridalaksana (1982). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 10: "anafora — 1. pengulangan bunyi, kata atau struktur sintaktis pada larik-larik atau kalimat-kalimat yang berurutan untuk memperoleh efek tertentu; 2. hal atau fungsi menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana (yang disebut anteseden) dengan pengulangan atau dengan substitusi; mis. nya dalam BI. berfungsi anaforis, mis. dalam Pak Karta supir kami. Rumahnya jauh: nya menunjuk kembali kepada Pak Karta.". Ensiklopedi kebahasaan Indonesia: A-E. Penerbit Angkasa. 2009. hlm. 70: Suatu istilah di dalam ahli bahasa dan tatabahasa untuk pengacuan kembali dalam suatu rentang bahasa, seperti penggunaan kata itu dalam: 'Walaupun pesawat-terbang tersebut mengalami kerusakan, itu tetap masih dapat terbang.' Dalam hal ini, pronomina itu menyubtitusikan antesedennya pesawat-terbang tersebut.