Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) adalah alur terbuka yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk dilalui kapal-kapal asing yang melintasi wilayah laut Indonesia berdasarkan konvensi hukum laut internasional.[1] ALKI ditetapkan untuk menghubungkan dua perairan bebas, yaitu Samudra Pasifik di utara, dan Samudra Hindia di selatan Indonesia.
Semua kapal dan pesawat udara asing yang hendak melintas ke utara atau ke selatan harus melalui alur laut yang telah ditetapkan, dan tidak boleh menyimpang, selama tidak ada bahaya navigasi pada alur yang sedang dilewati.
Penetapan alur laut ini dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan internasional dapat berjalan terus menerus dan berlangsung dengan cepat tanpa hambatan jika sudah memenuhi pedoman yang berlaku. Alur Laut Kepulauan Indonesia merupakan suatu pedoman supaya tidak terjadi pelanggaran saat kapal-kapal asing sedang berlayar melintasi wilayah perairan Indonesia.
Alur Laut Kepulauan Indonesia terbagi sebagai berikut:
- ALKI I untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda.
- ALKI II untuk pelayaran dari Laut Sulawesi ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok.
- ALKI III-A untuk pelayaran dari Samudra Pasifik ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai. Laut Sawu.
- ALKI III-B untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Leti.
- ALKI III-C untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Laut Arafura atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda.
- ALKI III-D untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu.
- ALKI III-E yang menjadi satu dengan Alur Laut Kepulauan IIIA pada titik IIIA-2,untuk pelayaran dari Samudera Hindia ke Laut Sulaesi atau sebaliknya, melintasi Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda, Laut Seram, Laut Maluku atau untuk pelayaran dari Laut Timor ke Laut Sulawesi atau sebaliknya, melintasi Selat Leti, Laut Banda, Laut Seram, dan Laut Maluku atau untuk pelayaran dari Laut Arafura ke Laut Sulawesi atau sebaliknya, melintasi Laut Banda, Laut Seram, dan Laut Maluku.
Setiap kapal dan pesawat udara asing yang melintasi ALKI harus memenuhi ketentuan di bawah ini:[2]
- Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang.
- Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.
- Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
- Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.
- Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia.
- Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah.
- Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.