![cover image](https://wikiwandv2-19431.kxcdn.com/_next/image?url=https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/fe/Fatimah%2527s_House.jpg/640px-Fatimah%2527s_House.jpg&w=640&q=50)
Serangan pada rumah Fatimah
Sebuah peristiwa penting dan kontroversial dalam sejarah Islam Syiah / From Wikipedia, the free encyclopedia
Serangan terhadap rumah Fatimah adalah sebuah peristiwa yang merujuk pada serangan terhadap rumah putri Nabi Islam Muhammad, Fatimah.[1] Serangan tersebut dilaporkan terjadi tidak lama setelah kematian Muhammad pada 11 Hijriah (632 M) dan diinisiasi oleh penerus Muhammad, yakni Abu Bakar dan dipimpin oleh Umar bin Khattab, tangan kanannya Abu Bakar.[2][3][1] Tujuan dari serangan ini adalah untuk menahan suaminya Fatimah, yaitu Ali bin Abi Thalib, yang menolak untuk mengakui pemerintahan Abu Bakar.[2][3][1] Diduga cedera yang dialami Fatimah yang diakibatkan oleh serangan itu menyebabkan Fatimah keguguran dan meninggal pada usia mudanya, enam bulan setelah Muhammad meninggal dunia.[2][3]
![]() Pintu dari rumah Fatimah | |
Nama asli | حادثة كسر الضلع |
---|---|
Tanggal | 632 M |
Lokasi | Madinah, Kekhalifahan Rasyidin (sekarang Arab Saudi) |
Sasaran | Memperoleh bai'at dari Ali |
Tewas | Fatimah az-Zahra, Muhsin bin Ali |
artikel ini merupakan bagian dari seri |
Umar bin Khattab |
---|
![]() |
Keluarga
|
Pandangan
|
Dalam sejumlah hadits yang diakui shahih oleh Islam Sunni, sebelumnya, sehari setelah kematian Muhammad, Fatimah meminta kepada Abu Bakar agar diberikan Madinah, Khaibar dan Fadak yang merupakan daerah-daerah orang kafir yang ditaklukkan oleh Muhammad dan pasukannya, yang ketika Muhammad masih hidup, penduduk kafir di sana diwajibkan membayar separuh hasil panen mereka kepada Muhammad seorang.[4] Namun permintaan Fatimah ini ditolak oleh Abu Bakar dikarenakan dirinya mengklaim mendengar perkataan Muhammad bahwa beliau tidak meninggalkan warisan, dan harta yang ditinggalkannya adalah untuk ummat Muslim. Mendapat penolakan tersebut Fatimah pun murka dan tidak lagi berbicara dengan Abu Bakar hingga akhir hayatnya.[5]
Tidak lama berselang kejadian tersebut, suami Fatimah, Ali yang juga merupakan sepupu Muhammad, ditemani dengan paman Muhammad, Al-Abbas, datang pula menemui Abu Bakar untuk meminta jatah harta warisan untuk diri mereka. Namun mendapat penolakan dari Abu Bakar, Al-Abbas pun menyebut bahwa Abu Bakar adalah seorang pendosa, pengkhianat, dan pembohong.[6] Umar pun pada akhirnya memberikan Madinah untuk kedua relatif Muhammad tersebut, Ali pun berhasil mengalahkan Al-Abbas, dan mengambil Madinah untuk dirinya. Sedangkan untuk Khaibar dan Fadak, Umar tetap menahannya dengan mengklaim bahwa keduanya merupakan peninggalan Muhammad untuk ummat.[7]
Masih belum puas, Fatimah pun berceramah di Masjid Nabawi, dengan isi ceramahnya memprotes kekhalifahan Abu Bakar, dengan menganggapnya tidak sah, dan mengkritisi umat muslim yang dianggapnya telah kembali melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka di zaman Jahiliyah.[8] Fatimah menganggap suaminya, Ali sebagai Khalifah dan penerus Muhammad yang sah,[1] dengan merujuk pada pernyataan Muhammad di Ghadir Khumm.[9]
Tidak lama berselang, pada sejumlah riwayat dari Islam Syi'ah, Umar yang merupakan tangan kanan dari Abu Bakar pun menggeruduk rumah Fatimah dan Ali, yang dalam prosesnya menyebabkan Fatimah keguguran dan meninggal beberapa bulan setelahnya. Riwayat penggerudukan ini namun ditolak oleh pihak Sunni.[10][1] Di satu sisi, para sejarawan Syi'ah menyebutkan bahwa sejumlah sumber Sunni mendukung kebenaran penggerudukan tersebut,[11] dan menunjukkan bahwa informasi yang sensitif telah disensor oleh para ulama Sunni yang khawatir akan citra dari sahabat-sahabat Muhammad.[12] Di sisi lain, adalah hal yang tidak terbayangkan bagi pihak Sunni bahwa sahabat-sahabat Muhammad melakukan tindak kekerasan terhadap keluarga Muhammad.[10] Sebagai gantinya, pihak Islam Sunni mengklaim bahwa Fatimah wafat dikarenakan kesedihan akan kematian Muhammad dan anaknya yang sedang dalam kandungan meninggal karena sebab alami.[13][1][10]