Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Tempat makan styrofoam adalah kemasan makanan sekali pakai dari busa untuk berbagai makanan.
Kata "styrofoam" sering digunakan untuk expanded polystyrene (EPS) atau busa polistirena yang diperluas (busa EPS). Akan tetapi, "styrofoam" sebenarnya adalah merek dagang milik The Dow Chemical Company untuk busa polistirena ekstrusi sel tertutup yang dibuat untuk isolasi termal dan aplikasi kerajinan.[1]
Polistirena adalah plastik berbasis minyak bumi yang terbuat dari stirena monomer.
Dalam bahasa Inggris, tempat makan styrofoam disebut foam food container atau kemasan makanan dari busa. Dengan demikian, benda yang sering orang sebut sebagai "tempat makan styrofoam" sebenarnya merujuk pada "kemasan makanan dari busa".
Tempat makan dari busa polistiren ini diproduksi dengan menyuntikkan expanded polystyrene foam (EPS foam) atau busa polistiren yang diperluas ke dalam cetakan. Pada awal tahun 1940-an, EPS ditemukan oleh Ray McIntire dari The Dow Chemicals Company. McIntire menemukannya setelah melakukan percobaan dengan meniupkan gas ke dalam adonan panas polistiren atau PS.
Dalam prosesnya, pencampuran gelembung udara mengembang dan membuatnya menjadi ringan seperti busa hingga terciptalah EPS. Jadi, styrofoam yang dikenal masyarakat merupakan varian polistirena, di mana 95% volumenya dipenuhi udara.[2]
Kemasan berbahan busa EPS sangat ringan, bahkan 30 kali lebih ringan daripada polistirena biasa. Kemasan makanan dari busa ini juga kedap air, mampu menyerap guncangan dan berbiaya rendah. Selain itu, kemasan makanan berbahan busa EPS tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah dan memiliki ruang antarbutiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik.[3]
Dengan demikian, makanan dan minuman panas yang disimpan dalam kemasan dari busa EPS dapat relatif terjaga suhunya.
Menurut United States Department of Labor dalam laporan Occupational Safety and Health Administration, efek buruk stirena bagi kesehatan pekerja di pabrik pembuatan stirena, antara lain adalah iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan bagian atas. Paparan akut juga dapat menyebabkan efek gastrointestinal. Paparan kronis memengaruhi sistem saraf pusat yang menunjukkan gejala seperti depresi, sakit kepala, kelelahan, dan dapat menyebabkan efek negatif pada fungsi ginjal.[4]
Sementara itu, Pemerintah Australia dalam dokumen Code of Practice: Styrene[pranala nonaktif permanen] yang dirilis pada bulan Desember 1996 memaparkan dampak stirena bagi kesehatan pekerja di pabrik stirena:
Efek jangka pendek untuk kesehatan pekerja:
Efek jangka panjang untuk kesehatan pekerja:
Bahan kimia beracun larut dari produk-produk berbahan busa polistirena ini ke dalam makanan yang disimpan di dalamnya (terutama ketika dipanaskan dalam microwave). Bahan kimia ini mengancam kesehatan manusia dan sistem reproduksi.[5]
Makanan dan minuman yang sangat panas dapat membuat lumer kemasan makanan dari busa polistirena. Sebagai informasi, titik leleh kemasan jenis ini adalah 82-103 derajat Celsius. Konsumen disarankan tidak menaruh makanan yang kelewat panas ke dalam wadah dari busa polistirena ini.[6] Karena itu, konsumen disarankan tidak memanaskan sembarang kemasan dari busa polistirena dalam microvawe. Ada beberapa jenis kemasan polistirena yang aman dipanaskan di dalam microwave. Cara paling aman adalah selalu memeriksa apakah kemasan itu berlabel aman untuk dipanaskan di dalam microwave.[7]
Polistirena mengandung stirena yang oleh U.S. Environmental Protection Agency diklasifikasikan sebagai bahan yang dicurigai dapat menyebabkan kanker dan sebagai bahan beracun yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi pencernaan, ginjal, dan pernapasan. Sementara itu, World Health Organization's International Agency for Research on Cancer mengklasifikasikan stirena dalam Grup 2B (mungkin dapat memicu kanker pada manusia).[8]
Pada 28 Juli 2014, laporan National Research Council yang berjudul "Review of the Styrene Assessment in the National Toxicology Program 12th Report on Carcinogens", mengategorikan stirena sebagai kemungkinan penyebab kanker pada manusia. Laporan tersebut mengatakan bahwa bukti pengujian epidemiologis manusia dan percobaan pada hewan mengidentifikasi stirena sebagai faktor risiko untuk limfoma dan leukemia dan mungkin untuk kanker pankreas, ginjal, dan kerongkongan.[9]
National Bureau of Standards Center for Fire Research mencatat adanya 57 produk kimia sampingan yang dikeluarkan selama pembuatan polistirena. Bahan-bahan kimia ini tidak hanya mencemari udara, tetapi juga menghasilkan banyak limbah cair dan padat yang mencemari lingkungan. Selain itu, polistirena diproduksi dengan menggunakan HFC, atau hidrofluorokarbon, yang memiliki dampak negatif pada lapisan ozon dan pemanasan global.[10]
Ketika dibuang sebagai sampah, polistirena tidak dapat terurai secara alami. Polistirena dapat bertahan lama di alam tanpa mengalami proses penguraian selama ratusan tahun. Polistirena tahan terhadap fotolisis, atau penguraian material oleh foton yang berasal dari cahaya. Tambah lagi, polistirena begitu ringan sehingga mengapung di air dan menarik perhatian hewan liar untuk memakannya. Akibatnya, banyak hewan mati akibat memakan atau terjebak dalam kemasan tak terurai, termasuk polistirena. Sejumlah besar polistirena telah menumpuk di sepanjang garis pantai dan saluran air di seluruh dunia dan menjadi komponen utama sampah di sungai, pantai, dan laut.[11]
Polistirena tidak dapat terurai secara alami. Alih-alih terurai seluruhnya, dari waktu ke waktu, polistirena pecah menjadi potongan-potongan kecil dan bertahan di lingkungan selama ratusan tahun. Para ahli percaya bahwa mungkin diperlukan antara 500 dan 1 juta tahun bagi polistirena untuk terurai secara alami.[12]
Polistirena yang amat ringan dan mudah terbang tergolong sebagai objek yang sulit dibersihkan dari lingkungan. Polistirena dengan mudah lolos dari sistem pengumpulan sampah dan akhirnya terakumulasi di darat dan di air karena mudah tertiup angin.[13]
Meski demikian, polistirena dapat didaur ulang menjadi bahan baku aneka produk daur ulang, misalnya gantungan baju, pembungkus bungkus busa, dan kotak cakram padat. Langkah pertama dalam daur ulang adalah pengumpulan limbah busa EPS, yang harus dipisahkan dari bahan plastik lainnya. EPS yang terkumpul lantas diangkut ke pabrik daur ulang. Di sini, busa EPS dibuat menjadi butiran, dicuci, dan diekstrusi untuk menghasilkan polistirena untuk digunakan kembali.[14]
Daur ulang polistirena memakan biaya yang tinggi dan cukup rumit. Alasan pertama, polistirena amat ringan sehingga ongkos memindahkannya dalam volume besar memerlukan banyak biaya. Kedua, sampah polistirena yang telah digunakan untuk menyimpan makanan harus dibersihkan secara menyeluruh demi alasan kesehatan. Hal ini menambah biaya daur ulang. Karena itu, umumnya daur ulang polistirena tidak digunakan untuk membuat kemasan makanan atau minuman, namun untuk barang-barang lain. Produsen kemasan makanan selalu memproduksi polistirena baru sehingga jumlah sampah polistirena di alam terus bertambah. Tambah lagi, saat ini, lebih murah menghasilkan produk busa EPS baru daripada mendaur ulangnya.[15]
Penelitian Stanford University menyebutkan bahwa ulat mealworm, atau larva dari kumbang Tenebrio molitor, suka makan styrofoam. Mealworm memakan styrofoam dan mencerna styrofoam di usus mereka.[16]
Di laboratorium, 100 ulat mealworm memakan antara 34 dan 39 miligram styrofoam - seberat pil kecil - per hari. Ulat-ulat ini mengubah sekitar setengah dari styrofoam menjadi karbon dioksida dan setengahnya menjadi residu. Dalam 24 jam, ulat-ulat ini mengeluarkan sebagian besar plastik yang tersisa sebagai residu alami yang tampaknya aman untuk digunakan sebagai media tanam.[17] Penelitian itu dapat diakses di pranala ini.
Ilmuwan terus berusaha menemukan dan memproduksi secara massal material terurai secara alami sebagai pengganti kemasan makanan dari busa EPS. Salah satu bahan organik yang telah ditemukan untuk menggantikan busa EPS adalah miselium, sebuah bahan berbahan akar jamur. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang memproduksi kemasan makanan ramah lingkungan sebagai pengganti kemasan makanan berbahan busa.[18]
Kemasan makanan dari bahan yang mudah terurai secara alami, misalnya besek bambu yang digunakan di Indonesia dapat menjadi alternatif pengganti kemasan polistirena. Selain itu, kemasan berbahan kertas kedap air dan minyak sampai tingkat tertentu juga menjadi alternatif lain. Kemasan pangan yang terbuat dari kertas yang aman adalah karton virgin fiber dan karton food grade. Dalam hal ketahanan terhadap minyak, kemasan karton food grade lebih baik dibanding karton virgin fiber. Kemasan pangan berkategori food grade 100% terbuat dari bahan alami sehingga berwarna putih, tidak berbintik-bintik, serta bebas dari kandungan bakteri dan senyawa berbahaya seperti benzena dan stirena serta mudah terurai.[19]
Diperkirakan bahwa produksi polistirena dunia setiap tahun mencapai lebih dari 14 juta ton. Orang Amerika sendiri membuang sekitar 25 miliar cangkir polistirena setiap tahun.[20]
Beberapa negara bagian dan kota di Amerika Serikat melarang penggunaan polistirena untuk kemasan makanan dan minuman.
Pada akhir tahun 2015 Taiwan memberlakukan larangan nasional penggunaan cangkir dari busa polistirena. Menurut data The Environmental Protection Administration (EPA) Taiwan, lebih dari 200 juta cangkir polistirena digunakan per tahun, tetapi hanya sekitar 20 persen yang didaur ulang.[23]
Pada tahun 2018, permintaan styrofoam di Indonesia berada di kisaran 700 ton-800 ton per bulan.[24] Di Indonesia, pada tahun 2017, sampah styrofoam terbesar dihasilkan non-rumah tangga sebanyak 11,9 ton per bulan. Sementara, rumah tangga menyumbang sebanyak 9,8 ton per bulan. Persentase sampah styrofoam mencapai 1,14% dari 12% sampah plastik yang terkumpul setiap bulannya.[25] Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengumumkan lewat akun Twitternya pada Rabu (12/10/2016) bahwa Bandung akan menerapkan larangan pemakaian styrofoam untuk kemasan makanan dan minuman.[26] Ini menjadikan Bandung sebagai kota pertama di Indonesia yang melarang penggunaan styrofoam di kalangan pedagang makanan dan minuman.[27]
Pada bulan Desember 2018 para negosiator dari Parlemen Eropa dan untuk 28 negara Uni Eropa sepakat bahwa 10 produk plastik sekali pakai akan dilarang. Selain styrofoam dan sedotan sekali pakai, produk-produk dari plastik yang dilarang termasuk juga korek kuping (cotton buds), piring dan alat makan, pengaduk minuman, dan tongkat untuk balon.[28]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.