Beberapa konten dalam edit ini merupakan translate inggris dari English Wikipedia article di Racism pada 18 Juli 2024.
Bagian dari seri |
Diskriminasi |
---|
“It is not our differences that divide us. It is our inability to recognize, accept, and celebrate those differences.”
— Audre Lorde
Rasisme umumnya bermakna diskriminasi terhadap ras atau etnis[1], yaitu suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih istimewa dan berhak untuk merendahkan bahkan memperbudak ras lain yang dianggap lebih rendah.[2]
Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).[3][4]
Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk setidaknya sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial.
Etymology
Asal akar kata “race” masih belum jelas. Linguists (para ahli Bahasa) pada umumnya setuju bahwa kata ini berasal dari Bahasa English dari Middle French meskipun tidak ada persetujuan bagaimana kata tersebut menjadi Latin-based languages. Baru-baru ini ada pendapat bahwa kata tersebut merupakan turunan dari Arabic ra’s yang berarti “head, beginning, origin” (kepala, permulaan, asal) atau Hebrew rosh yang berarti sama.[5]
Pada abad 19, banyak scientist yang mendukung belief bahwa populasi manusia dapat di bagi ke beberapa races (ras-ras). Istilah racism sendiri adalah sebuah kata benda yang mendeskripsikan suatu kondisi menjadi seorang racist , orang yang mendukung kepercayaan bahwa populasi manusia dapat dan seharusnya di klasifikasikan kedalam ras-ras (races) yang berbeda dengan berbagai kemampuan masing masing dan sifat alami mereka (tendensi, karakter, sifat, hasrat).
kepercayaan ini mungkin akan memotivasi muculnya sebuah ideologi diskriminatif dimana right and privileges (hak dan keistimewaan) diberikan secara berbeda berdasarkan kategori race itu sendiri. Istilah “racist” mungkin bisa menjadi kata sifat atau kata benda, yang mendeskripsikan seorang yang memegang kepercayaan ini.[6]
Pada awalnya orang yang meneorikan tentang race umumnya memegang pandangan bahwa beberapa race lebih rendah dari pada yang lain dan konsekuensinya mempercayai bahwa perlakuan yang berbeda kepada race-race adalah hal yang benar.[7][8][9][10] Awal teori ini berdasarkan asumsi dari penelitian pseudo-scientific, usaha gabungan yang dilakukan untuk mendefinisikan dan membentuk hipotesis agar dapat diterima tentang perbedaan racial pada umumnya di namakan scientific racism, meskipun kata ini adalah misnomer (kurang akurat) dikarenakan kurang data sience yang actual untuk melatar belakangi klaim tersebut.
Faktor penyebab
Rasisme berkaitan dengan konsep ras di dalam masyarakat. Pembentukan rasisme dapat terjadi jika perbedaan fisik dianggap sebagai suatu hal yang penting di dalam masyarakat. Rasisme juga dapat timbul karena adanya perbedaan dari segi psikologi, ideologi dan ekonomi. Kondisi yang dapat menimbulkan rasisme di dalam masyarakat yaitu adanya beberapa kelompok ras dengan kebudayaan yang berbeda serta adanya pelembagaan ketidaksetaraan pada masing-masing ras yang saling berhubungan satu sama lain.[11]
Faktor lain adalah kurangnya saling mengasihi dan cinta sesama manusia meskipun hal ini bukan pertama yang di pikirkan orang mengenai rasisme. Hal ini mungkin berperan terjadinya rasisme dan diskriminasi karena dengan saling mengasihi/mencintai sesama manusia berarti menolak untuk mentoleransi ketidak-adilan dan merangkul keaneragaman serta saling menghargai tanpa pandang bulu (inklusi).[12]
Psikologi
Authoritarian personality : Adorno’s theory tentang authoritarian personality yang selaras dengan Freud’s psychoanalysis menyatakan bahwa individu yang mendukung conservatism, nationalism, dan fascism cenderung mengembangkan personality dan cara berfikir yang rigid/kaku, serta mengekspresikan kepercayaan konvensional dan sering manyatakan diri mereka sebagai pemimpin. Hal ini menyebabkan kecenderungan untuk membenci sesuatu yang berbeda dengan nilai, norma dan malakukan racism terhadap minoritas.[13]
Prejudice (berprasangka buruk):
Prejudice adalah awal dari diskriminasi dan stigma atau label.[14]
- Model justification-suppression dari prejudice yang diciptakan oleh Christian Crandall and Amy Eshleman.[15] Model ini menjelaskan bahwa seseorang memiliki konflik antara hasrat untuk mengekspresikan prejudice dengan hasrat untuk menjaga self concept (image, citra, harga diri, nama baik) tetap positif. Konflik ini menyebabkan orang untuk mencari pembenaran untuk membenci orang diluar grup dan menggunakan pembenaran tersebut untuk menghindari negative feeling (cognitive dissonance) atau perasaan tidak enak tentang diri mereka karena membenci orang diluar grup.
- Teori realistic conflict menyatakan bahwa kompetisi untuk mendapatkan sumber daya (alam atau pekerjaan) yang terbatas membuat meningkatnya negative prejudice dan diskriminasi. Hal ini terlihat saat sumber daya yang tersedia sedikit.
- Teori Integrated threat juga dikenal dengan Teori intergroup threat adalah sebuah teori di dalam psikologi dan sosiologi yang mendeskripsikan kondisi terancam dapat memunculkan prejudice antara grup social meskipun hanya dalam persepsi. Teori ini di aplikasikan ke berbagai social grup yang mungkin merasa terancam, apakah itu grup mayoritas atau minoritas. Di dalam teori ini yang dihadapi sebenarnya hanyalah persepsi tentang ancaman bukan ancaman yang sebenarnya. Persepsi ancaman termasuk semua ancaman yang dipercaya telah dialami anggota grup, tanpa memperdulikan apakah ancaman tersebut benar-benar ada atau tidak. Sebagai contoh, orang mungkin merasa ekonomi mereka terancam oleh orang luar grup dapat mencuri pekerjaan mereka meskipun kenyataannya tidak ada hubungannya dengan kesempatan kerja mereka dengan orang luar. Sehingga, meskipun hanya false-alarm masih mendapat konsekuensi yang nyata untuk prejudice antar grup.[16]
- Teori Social dominance menyatakan bahwa masyarakat dapat di lihat sebagai dasar hirarki grup. Di dalam kompetisi mendapatkan sumber daya yang sedikit seperti perumahan atau pekerjaan, grup dominan menciptakan prejudice/prasangka negative tentang "legitimizing myths" atau "mitos membenarkan" untuk membuat pembenaran moral dan intelektual perbuatan mereka atas grup lain dan mem-validasi klaim mereka atas sumber daya yang terbatas tersebut.[17] "Mitos membenarkan" seperti praktek diskriminasi penerimaan kerja atau norma yang merit-biases berjalan untuk menjaga prejudice hirarki ini.
Teori Social learning : Rasisme diperoleh dari masyarakat sejak kecil seperti yang Farzana Saleem, PhD, assistant professor di Graduate School of Education, Stanford University katakan bahwa “Racism is learned early on in development, and children receive many messages about race and racism from a young age.” (rasisme dipelajari sejak awal perkembangan dan anak-anak menerima banyak ajaran tentang ras dan rasisme sejak kecil). [18] Berdasarkan study, Orang yang dibesarkan dengan konteks kebersamaan dan ras yang sama akan menjadi pribadi yang focus kepada orang lain dan kurang menjadi pribadi yang berkarakter, tampak sama dan berbicara dengan cara yang sama. Sebaliknya orang yang dibesarkan dengan individual konteks relative cenderung focus ke diri dan berkarakter berbeda. Orang yang dibesarkan dengan ekpose masalah ras akan lebih focus dan sensitive terhadap masalah ras di kehidupan sehari-hari.[19]
Teori Terror management : Orang cenderung mencari keamanan dengan menjadi bagian grup masyarakat saat takut mengingat akan kematian,[20] mereka cenderung menyamakan diri atau conformity dengan perilaku yang di terima di masyarakat dan menjadi bagian ras atau etnis masyarakat.[21] Hal ini berdasarkan Dr Peter Chew, Senior Lecturer of Psychology at James Cook University in Singapore “For example, when researchers reminded people of death, these people reacted by reporting higher prejudice against minorities, greater intentions to donate money, and an increased preference for luxury products,” (untuk contoh, saat peneliti mengingatkan orang tentang kematian, orang-orang ini bereaksi dengan hasil peningkatan prasangka negative terhadap minoritas, meningkatkan niatan untuk mendonasikan uang, dan peningkatan selera untuk produk mewah).[22]
Neurologi
Rasisme berjalan rumit di dalam otak dan terkadang otomatis, subconcious level dan melibatkan banyak brain regions mulai dari bagian untuk mengkategorikan social, self perception, empati, rasa sakit, persepsi wajah serta bentuk lain di dalam grup bias dan diskriminasi orang luar grup.[23]
- Aktifnya medial prefrontal cortex (social categorization) saat berfikir tentang personal attribute (jati diri) mengindikasikan ada hubungan antara personal attribute (jati diri) dengan grup social (ras, etnis, dll).
- Meningkatnya aktifitas inferior parietal lobule (coordinates perception and action) saat melihat video pertandingan orang se-grup dengan luar grup menunjukkan in-grup bias terjadi di awal persepsi.
- Meningkatnya aktifitas anterior cingulate cortex and the inferior frontal cortex (activated when someone experiences pain) saat melihat wajah orang se-etnis sakit dan berkurang drastic saat melihat wajah luar etnis yang sakit, mengindikasikan bahwa orang lebih berempati pada orang satu grup dan tidak menganggap masalah menyakiti orang luar grup.
- Aktifnya amygdala (emotion processing, including fear, anxiety, and aggression) saat melihat sekilas wajah orang luar tetapi apabila melihat lebih lama bagian frontal cortex (cognitive control and emotion regulation) juga aktif, hal ini mengindikasikan bahwa secara subconcious orang mungkin takut, khawatir bahkan menyerang orang luar jika bertatap muka dengan orang luar grup tetapi apabila bertatap muka dalam waktu lama orang lebih dapat mengontrol diri.[23]
Sosiologi
Racialization atau ethnicization adalah sebuah konsep sosiologi yang digunakan untuk mendeskripsikan proses dimana ethnic atau racial identities diciptakan,[24][25] atau dimasukkan ke dalam pemahaman perilaku manusia ke masyarakat.[26] Hal tersebut membuat model dominasi racial sebagai sebuah proses dimana grup yang dominan me-“racializes”-kan ke grup yang didominasi.[27]
Proses racialization mungkin dimulai dengan memberi “Labels” (mengecap seseorang),[28] setelah itu memberi “stigmatizes” (mamaksakan suatu tanda negative seperti memalukan atau menjelekkan kepada individu/ras serta mengucilkannya, terutama kepada seseorang yang menolak untuk conformity atau menyamakan diri dengan masyarakat. Dan yang terakhir “Marginalization” (meminggirkan, membuat suatu individu/ras tidak dapat perperan penuh atau sederajat di bidang ekonomi, cultural dan institusi politik di masyarakat).[29]
- Racialization dalam agama : Grup religious dapat juga melalui proses racialization.[30] Pemeluk agama Judaism, Islam, and Sikhism dapat di racist-kan saat mereka melihat diri mereka memiliki karakteristik tertentu secara fisik (perilaku, bentuk pakaian, rambut, jenggot), meskipun faktanya banyak individu pemeluk agama tersebut tidak memiliki karakteristik fisik tersebut.[31][32]
- Forced conversion : Forced conversion adalah adopsi agama atau non-agama dibawah tekanan. Tiga agama utama yang diklasifikasikan sebagai agama missionary adalah Buddhism, Christianity, dan Islam,sedangkan agama non-missionary seperti Judaism, Zoroastrianism, dan Hinduism. Banyak sejarawan memandang bahwa pergantian Constantinian menjadi Christianity mengubah Cristian dari sebuah persecuted religion (agama yang sering di menjadi agama yang mampu mem-perse) menjadi agama yang mampu mem-persekusi dan terkadang berambisi untuk mempersekusi. Dalam Buddism berdasarkan Chin Human Rights Organisation CHRO),Christians, Chin ethnic minority group di Myanmar menghadapi pemaksaan pindah agama ke Buddha oleh actor dan program negara. Sedangkan dalam Islam, setelah Arab menaklukkan banyak suku Christian Arab yang menderita perbudakan dan membuat pindah agama secara paksa.kusi dan terkadang berambisi untuk mempersekusi. Dalam Buddism berdasarkan Chin Human Rights Organisation (CHRO),Christians, Chin ethnic minority group di Myanmar menghadapi pemaksaan pindah agama ke Buddha oleh actor dan program negara. Sedangkan dalam Islam, setelah Arab menaklukkan banyak suku Christian Arab yang menderita perbudakan dan membuat pindah agama secara paksa.
- Racialization dalam pekerjaan : Marta Maria Maldonado telah mengidentifikasi racialization di pekerjaan untuk mengembangkan pemisahan dan memposisikan pekerja berdasarkan perbedaan persepsi ras.[33] Racialization dari pekerjaan ini dikatakan untuk memproduksi sebuah pengaturan hirarki yang membatasi agen employee dan mobility berdasarkan race mereka. Proses dari racialization diperkuat melalui presupposed, kualitas tertentu dimana orang yang di racialized dipaksa untuk membuat dirinya diterima oleh yang me-rasis-kan.[34]
Policy (Aturan)
Berikut beberapa aturan yang dapat membuat terbentuknya ras dan rasisme :
Geographical segregation
Geographical segregation muncul dimana proporsi dari populasi dua atau lebih masyarakat tidak homogen di dalam suatu wilayah. Populasi dapat berupa spesies tumbuhan atau hewan, jenis kelamin manusia, pemeluk dari suatu agama, masyarakat dari bangsa yang berbeda, grup etnis, dll.
Racial segregation
Racial segregation adalah pemisahan manusia kedalam socially-constructed racial groups (kelompok ras/racial dalam konstruksi social) di kehidupan sehari hari. Hal ini mungkin diaplikasikan dalam aktivitas makan di restoran, minum dari water fountain, menggunakan kamar mandi, sekolah, pergi ke bioskop atau rental/membeli rumah serta menginap di hotel.[35] Sebagai tambahan, segregation sering membolehkan hubungan dekat antar ras atau etnis yang berbeda di dalam hirarki, seperti seorang dari suatu ras bekerja sebagai pelayan untuk orang dari ras lain. Racial segregation di dunia umumnya berjalan diluar hukum.
Social stratification
Social stratification merujuk ke sebuah proses mengkategorikan masyarakat ke dalam grup-grup berdasarkan factor social-ekonomi seperti kekayaan, gaji, ras, edukasi, etnis, jenis kelamin, profesi, status social, atau pemberian kekuasaan (social dan politik). Hal ini merupakan sebuah hierarki didalam grup-grup yang memasukkan mereka ke dalam level keistimewahan yang berbeda.[36] Hal seperti itu, membuat stratification merupakan posisi relatif social seseorang di dalam grup social, kategori, daerah geografi, atau unit social.[37][38][39]
Racial hierarchy
Racial hierarchy adalah sebuah system dari stratification yang berdasarkan kepercayaan bahwa beberapa grup-grup ras lebih superior dari pada grup ras lain. Pada berbagai point di dialam sejarah, racial hierarchies menjadi fitur di dalam masyarakat, seringkali menjadi hal formal di dalam hukum, seperti Nuremberg Laws di Nazi Germany.[40] Pada umumnya, orang yang mendukung hirarki ras percaya bahwa mereka adalah bagian dari ras yang superior dan basis dari superiority mereka berdasarkan pseudo-biological, cultural atau religious arguments.[41][42] Bagaimanapun system hirarki social telah secara luas ditolak dan ditentang serta banyak yang seperti Apartheid telah dihilangkan.[43] Penghilangan system seperti itu tidak menghentikan debat antara racial hierarchy dan racism lebih luas.
Rasisme di berbagai aspek
Cultural/budaya
Cultural racism muncul sebagai kepercayaan dan budaya yang mempromosikan asumsi bahwa kultur/budaya termasuk bahasa dan tradisi dari budaya tersebut lebih superior terhadap budaya lain. Hal ini berdampingan dengan xenophobia, yang mana selalu dikarakteristikkan dengan ketakutan akan aggression/penyerangan kepada orang luar grup.[44] Hal ini juga sama dengan communalism yang ada di Asia Selatan.[45]
Ekonomi
Racism, sexism, ageism, dan kebencian terhadap agama lain, serta etnis atau kebangsaan selalu menjadi komponen diskriminasi ekonomi, seperti bentuk diskriminasi yang lain.
Ada banyak teori yang focus ke akar diskriminasi ekonomi. Diskriminasi ekonomi adalah hal yang unik dibandingkan dengan jenis diskriminasi yang lain karena hanya bagian kecil dari ekonomi yang di sebabkan rasisme, yakni seperti yang disebut "cynical realization that minorities are not always your best customers" (realisasi sinis bahwa orang minoritas tidak selalu pembeli terbaik-mu).
Kebanyakan diskriminasi ekonomi di US dan Eropa berdasarkan ras dan ke-etnis-an, kebanyakan orang berkulit hitam dan Hispanik di US dan Muslim di Eropa. Di hampir semua bagian di dunia, perempuan ditempatkan di posisi paling bawah, gaji lebih rendah dan pelarangan kesempatan untuk mendapatkan kepemilikan tanah atau insentif ekonomi untuk memasuki dunia bisnis atau untuk start-up.
Sosial
Societal racism adalah sebuah racism yang berdasarkan suatu pengaturan dari institusi, sejarah, budaya, dan hubungan antar individu di dalam masyarakat yang menempatkan satu atau lebih masyarakat atau grup etnis/ras di posisi yang lebih baik dan tidak menguntungkan bagi grup lain sehingga perbedaan berkembang antara grup tersebut.[46] Societal racism juga dinamakan structural racism karena berdasarkan Carl E. James, masyarakat di bangun dengan jalan mengeluarkan beberapa orang dari grup minoritas dari bagian institusi social.[47] Rasisme social terkadang merujuk juga ke systemic racism.[48]
Othering, di lainkan, di bedakan, di sendirikan, merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah system diskriminasi dimana karakteristik dari sebuah grup digunakan untuk membedakan mereka dari suatu norma atau yang normal di masyarakat.[49]
Othering memainkan peran fundamental di dalam sejarah dan keberlangsungan dari rasisme. Untuk objectify sebuah kultur budaya sebagai sesuatu yang berbeda, eksotis, aneh, atau belum berkembang, adalah dengan meng-generalize bahwa hal tersebut bukan hal yang “normal”. Perlakuan kolonial Eropa kepada oriental merupakan contoh dalam hal ini, seperti dipikir bahwa orang Timur adalah kebalikan dengan orang Barat. Orang Timur feminine sedangkan Orang Barat masculine, Orang Timur lemah dimana Orang barat kuat dan Orang Timur tradisional dimana Orang Barat berkembang maju.[50] Dengan membuat generalization dan othering Orang Timur, Eropa secara bertahap mendefinisikan diri mereka sebagai norma, mempertahankan gap lebih lanjut.[51]
Banyak dari proses othering (meng-orang lain-kan) bergantung pada imaginasi perbedaan, atau ekspetasi akan perbedaan. Memberi ruang perbedaan cukup dengan menyimpulkan bahwa “we” (kita) “here” (di sini) dan “other” (yang lain/orang lain) “there” (disebelah sana).[52] Imaginasi tentang perbedaan membuat untuk mengkategorikan orang kedalam kelompok-kelompok dan menempelkan mereka dengan imaginasi suatu karakter yang mereka ekspektasikan ada di mereka.[53]
Kenegaraan
State racism (rasisme negara/daerah) marupakan institusi dan perbuatan dari sebuah bangsa/negara/daerah yang berdasarkan ideologi racist. Hal ini sudah dimainkan dalam banyak peran di instansi settler colonialism (penjajah) mulai dari United States sampai Australia.[butuh rujukan] Hal ini juga berperan di regime Nazi German, regime fascist seluruh Eropa dan selama awal tahun periode Showa di Japan. Pemerintahan ini mendukung dan mengimplementasikan ideologi dan aturan yang berbentuk racist, xenophobic (anti orang asing) dan genocidal (pembersihan race lain) terutama Nazism.[54][55]
Nasionalisme adalah sebuah ide dan gerakan yang memegang bahwa nation (bangsa) harus sejalan dengan negara.[56][57] Sebagai suatu gerakan, hal ini menganggap keberadaan[58] dan kecenderungan untuk mempromosikan kepentingan dari suatu bangsa,[59] terutama untuk tujuan mendapatkan dan menjaga otonomi atau sovereignty (self-governance, pemerintahan sendiri) melalui mempersepsikan sebagai “rumah” atau homeland untuk menciptakan sebuah bangsa-negara. Hal ini memegang bahwa bangsa harus dapat mengatur sendiri, bebas dari campur tangan dari luar (self-determination), sebuah bangsa alami dan ideal untuk dasar dari sebuah polity (politik organisasi, pemerintahan)[60] dan bangsa adalah satu-satunya sumber politik yang diperbolehkan.[61][62] Hal ini menargetkan hal yang lebih jauh seperti membangun dan menjaga sebuah kesatuan identitas nasional, berdasarkan kombinasi dari berbagai karakter masyarakat seperti budaya, etnis, lokasi geografi, bahasa, politik (atau suatu pemerintahan), agama, tradisi dan kepercayaan di dalam sebuah bagian kesatuan sejarah[63][64] serta untuk mempromosikan persatuan nasional atau solidaritas.[65] Ada berbagai definisi dari “nation” atau bangsa, yang mana mengerah ke tipe-tipe yang berbeda dari nasionalisme.[66] Dua bentuk utama adalah ethnic nationalism dan civic/democratic nationalism.
- Racial nationalism adalah sebuah ideologi yang mendukung bahwa ras sebagai identitas bangsa/nasional. Racial nationalism menginginkan untuk menjaga kemurnian ras ("racial purity") dari suatu bangsa melalui aturan seperti banning banning race mixing (memblok pencampuran ras) dan imigrasi dari ras lain. Untuk menciptakan pembenaran dari aturan seperti itu, racial nationalism sering mempromosikan eugenics (pernikahan selektif), dan mendukung solusi politik dan legislative berdasarkan eugenic dan teori ras yang lain.[67]
- Ethnic nationalism, juga dikenal dengan ethnonationalism,[68] adalah sebuah bentuk nationalism dimana bangsa dan kebangsaan di definisikan dalam istilah ke-etnis-an,[69][70] dengan focus pada pendekatan ethnocentric (dan dalam beberapa kasus ethnocratic) terhadap berbagai masalah politik yang berhubungan dengan afirmasi kebangsasaan suatu grup etnis.[71][72] Prinsip utama dari ethnic nationalists adalah bahwa "nations are defined by a shared heritage, which usually includes a common language, a common faith, and a common ethnic ancestry" (bangsa adalah didefinisikan dari peninggalan Bersama, dimana biasanya memasukkan persamaan Bahasa, keyakinan dan peninggalan etnis leluhur).[73] Etnis lain mungkin diklasifikasikan sebagai second-class citizens.[74][75]
Forced assimilation adalah proses asimilasi yang dipaksakan, dapat berupa asimilasi agama atau grup etnis minoritas. Mereka dipaksa oleh pemerintah untuk mengadopsi bahasa, identitas nasional, norma,mores, budaya, tradisi, nilai, mentality, persepsi, jalan hidup, dan seringkali agama serta ideologi yang berasal dari komunitas yang sudah berdiri dan pada umumnya lebih besar serta berbudaya dominan.
Penekanan penggunaan Bahasa yang dominan di legislasi, sekolah, literature dan peribadatan juga dihitung sebagai forced assimilation. Tidak seperti ethnic cleansing atau pembersihan etnis/suku, populasi local tidak dihancurkan dan mungkin atau mungkin tidak di usir paksa dari suatu daerah. Tetapi, diharuskan (mandatory) ber-assimilasi. Hal ini juga disebut mandatory assimilation oleh pelajar yang mempelajari genocide dan nationalism.
Ethnic cleansing adalah pemaksaan sistematis dari penghilangan etnis, ras, atau grup agama dari suatu daerah, dengan tujuan membuat masyarakat dengan etnis yang homogen. Bersamaan dengan penghilangan secara langsung seperti deportasi atau populasi transfer/transmigrasi, hal itu juga termasuk metode secara tidak langsung dengan target forced migration/pindah paksa dengan memaksakan grup korban untuk lari dan mencegah kembali seperti dengan cara pembunuhan, pemerkosaan dan pengerusakan property.[76][77][78][79][80] Baik definisi dan tanggung jawab dari ethnic cleansing seringkali menjadi debat, dengan beberapa peneliti memasukkan dan yang lain tidak memasukkan coercive assimilation atau mass killing untuk depopulasi sebuah area dari suatu grup.[81][82][83]
Genocide, Di tahun 1948, United Nations Genocide Convention mendefinisikan genocide sebagai salah satu dari lima "acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial or religious group" (perbuatan yang bertujuan untuk menghancurkan, seluruh atau bagian sebuah bangsa, etnis, rasa tau grup agama). Lima perbuatan ini adalah :
- Membunuh anggota dari suatu grup.
- Menyebabkan mereka sakit jasmani atau mental serius.
- Mempersulit/imposing kondisi hidup untuk menghancurkan grup
- Melarang mempunyai anak.
- Memaksa anak anak keluar dari grup.
Korban menjadi target karena salah satu anggota dari suatu grup secara real atau hanya persepsi, tidak secara acak.[84][85][86][87]
Institutional
Institutional racism, juga dikenal dengan systemic racism, di definisikan sebagai aturan dan praktek yang ada di masyarakat atau organisasi yang menghasilkan dan mendukung keberlangsungan hubungan yang hanya menguntungkan sepihak dan merugikan pihak lain berdasarkan ras atau etnis. Diskriminasi ini muncul di area seperti pengadilan, pekerjaan, perumahan, kesehatan, pendidikan dan representasi politik.[88]
Environmental
Environmental racism, ecological racism, atau ecological apartheid adalah bentuk dari racism yang berefek negative ke lingkungan seperti tanah longsor, incinerators, and hazardous waste disposal dan berdampak tidak proporsional kepada suatu komunitas dan melanggar substantive equality.[89][90][91] Secara internasional hal ini juga diasosiasikan dengan extractivism, dimana menempatkan beban lingkungan dari penambangan, ekstraksi minyak dan industry agrikultur kepada orang pribumi dan bangsa yang lebih miskin dan mayoritas di tempati oleh selain orang berkulit putih.[89]
Bagaimana rasisme dilakukan ?
Overt (terbuka)
Overt racism adalah rasisme yang terlihat, modus operandinya jelas, beroperasi secara terbuka, ethnocentrism dan diskriminasi ras.[92]
Covert (tertutup, tersembunyi, tersamar)
Covert racism adalah sebuah bentuk diskriminasi ras yang tersembunyi dan samar, dibandingkan secara overt, public atau jelas terlihat. Tersembunyi dalam konsep social, covert racism mendiskriminasikan individu melalui penghindaran atau metode pasif lain seperti :[93]
Aversive racism
Aversive racism adalah sebuah bentuk dari racism secara tidak langsung/terbuka, yakni seseorang secara tidak sadar berfikir negative tentang race atau etnis minoritas, hal ini dapat dilihat dari perilaku yang selalu menghindari interaksi dengan ras dan grup etnis lain. Kebalikan tradisional, overt racism (rasist terang-terangan) yang mempunyai karakter secara terbuka dan terang-terangan membenci dan mendiskriminasikan/berlaku tidak adil terhadap racial/ras/etnis minoritas. Aversive racism mempunyai karakter yang lebih komplek, ekspresi dan perlakuan yang ambivalent (kadang baik, kadang jahat). Aversive racism mempunyai persamaan aksi dengan konsep symbolic atau modern racism yakni juga berbentuk secara tidak langsung, tidak sadar atau covert attitude yang menimbulkan bentuk diskriminasi yang tidak disadari.
Symbolic/modern
Beberapa pelajar berargument bahwa di US, di akhir abad 20, bentuk pertama rasisme yang berupa violent (perilaku kasar) dan aggressive (penyerangan) telah berkembang menjadi lebih samar, prejudice atau mengangap buruk sesuatu. Bentuk baru rasis ini terkadang mengarah ke “modern racism” dan hal itu dikarakteristikkan dengan perilaku di luar terlihat tidak menganggap buruk orang tetapi di dalam menganggap buruk, memperlihatkan sebuah prejudice tersamar seperti mengecap kualitas orang lain berdasarkan karakteristik ras tertentu, serta penilaian baik dan buruknya perbuatan seperti itu bergantung pada ras orang yang sedang dinilai.
Microaggression
Microaggression adalah istilah dari perbuatan yang menghina secara verbal, tingkah laku atau situasional yang di sengaja ataupun tidak sengaja, yakni seperti berkomunikasi dengan tidak ramah, merendahkan atau perlakuan negative kepada ras, kultur, kepercayaaan, jenis kelamin yang lain .[94]
Tipe-tipe rasisme
- Interpersonal racism : rasisme yang dilakukan antar individu.
- Institutional racism : rasisme yang dilakukan oleh institusi atau organisasi dalam aturan, praktek, prosedur dan budaya.
- Structural racism : rasisme yang sudah sistemic (gabungan interpersonal, institusional dan internalized) yang berada dalam masyarakat, negara, atau organisasi lain.
- Internalized racism : rasisme yang dikarenakan internalized atau penanaman oleh ras yang dominan
- Internalized racial inferiority : menerima dan berbuat sesuai dengan definisi diri yang ditanamkan oleh ras yang dominan yakni menjadi ras yang inferior atau ras yang lebih rendah.
- Internalized racial superiority : kebalikan dari internalized racial inferiority yakni menerima dan berbuat sesuai definisi diri yang ditanamkan ras dominan sebagai ras yang superior atau ras yang lebih tinggi.[95]
Peristiwa sejarah yang disebabkan rasisme
Aturan rasial Nazi Germany dan Holocaust
Aturan rasist Nazi German adalah aturan dan hukum yang di impementasikan di dalam Nazi German dibawah ke-diktatoran Adolf Hitler, berdasarkan pseudoscientific and racist doctrines menyatakan bahwa "Aryan race" adalah superior dan di klaim kebenarannya secara scientific. Hal ini juga di kombinasikan dengan program eugenics yang mempunyai target untuk "racial hygiene" dengan cara compulsory sterilization dan pemusnahan yang di lihat sebagai Untermenschen ("sub-humans"), yang mana berakhir dengan Holocaust.
Holocaust adalah genosida dari jews di eropa selama perang dunia ke II. Antara tahun 1941-1945, Nazy german dan yang berkolaberasi secara sistematis membunuh enam juta jews di bagian eropa yang dikuasai German, atau sekitar 2/3 populasi Jews di eropa.
Special settlements di Soviet Union (hunian spesial)
Special settlements di Soviet Union merupakan hasil dari populasi transfer (transmigrasi) dan di lakukan dalam operasi yang terorganisir dan berkelanjutan menurut kelas social atau kebangsaan yang di deportasi/dipindahkan. Memindahkan “kelas musuh” seperti prosperous peasants (petani) dan seluruh populasi etnis tertentu adalah metode dari political repression in the Soviet Union, walaupun terpisah dengan penal labor (kerja paksa tawanan) dari system Gulag. Pemukiman paksa memainkan peran dalam kolonisasi daerah Soviet Union yang masih perawan.
Sebagai masyarakat kelas dua, orang yang deportation (dipindahkan) di desain sabagai "special settlers" atau penghuni special dilarang untuk memegang banyak pekerjaan, Kembali ke daerah asal,[96] menghadiri sekolah prestigious[97] bahkan bergabung dengan program cosmonaut.[98] Karena special settlement ini disebut tipe apartheid oleh J. Otto Pohl.[99]
Apartheid
Apartheid (transl. "separateness", lit. 'aparthood') adalah system institutional racial segregration yang ada di Afrika Selatan dan Afrika Barat Daya (sekarang Namibia) dari tahun 1948-1990-an. Apartheid dikarakteristikan dengan budaya politik authoritarian yang berdasarkan baasskap (lit. 'boss-ship' or 'boss-hood'), yang mana memastikan bahwa politik, social dan ekonomi. Afrika Selatan telah didominasi oleh bangasa minoritas orang berkulit putih.[100] Di dalam system minoritian terdapat social stratifikasi (hirarki social) dan marginalization seperti masyarakat berkulit putih mempunyai status tertinggi setelah itu Indian dan Coloureds lalu Afrikan berkulit hitam.[100] efek social dan ekonomi masih berjalan sampai hari ini, terutama ke tidak-adilan[101][102][103][104]
Konflik Sampit
Konflik Sampit atau Perang Sampit atau Tragedi Sampit adalah sebuah peristiwa Kerusuhan antar-etnis yang terjadi di pulau Kalimantan pada tahun 2001. bermula sejak 18 Februari 2001, Konflik ini berlangsung sepanjang tahun tersebut. Konflik ini pecah di kota Sampit, Kalimantan Tengah sebelum pada akhirnya meluas ke seluruh provinsi di Kalimantan, termasuk ibu kota Palangka Raya.
Kerusuhan Sambas
Kerusuhan Sambas merujuk kepada peristiwa kerusuhan antar etnis di wilayah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kerusuhan Sambas sudah berlangsung sekitar tujuh kali sejak 1970, tetapi kerusuhan tahun 1999 adalah yang terbesar dan merupakan dari akumulasi kejengkelan Melayu dan Dayak terhadap ulah para oknum pendatang dari Madura. Akibatnya, orang-orang keturunan Madura yang sudah bermukim di Sambas sejak awal 1900-an, ikut menjadi korban.[105] Korban akibat kerusuhan Sambas terdiri dari 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 34 orang luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan dirusak, 12 mobil dan 9 motor dibakar/dirusak, 8 masjid/madrasah dirusak/dibakar, 2 sekolah dirusak, 1 gudang dirusak, dan 29.823 warga Madura mengungsi.
Kerusuhan Poso
Kerusuhan Poso atau konflik komunal Poso, adalah sebutan bagi serangkaian kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia. Peristiwa ini awalnya bermula dari bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum berkembang menjadi kerusuhan bernuansa agama. Beberapa faktor berkontribusi terhadap pecahnya kekerasan, termasuk persaingan ekonomi antara penduduk asli Poso yang mayoritas beragama Kristen dengan para pendatang seperti pedagang-pedagang Bugis dan transmigran dari Jawa yang memeluk Islam, ketidakstabilan politik dan ekonomi menyusul jatuhnya Orde Baru, persaingan antar pejabat pemerintah daerah mengenai posisi birokrasi, dan pembagian kekuasaan tingkat kabupaten antara pihak Kristen dan Islam yang tidak seimbang. Situasi dan kondisi yang tidak stabil, dikombinasikan dengan penegakan hukum yang lemah, menciptakan lingkungan yang menjanjikan untuk terjadinya kekerasan.
Javanisation (penjawaan)
Javanisation atau penjawaan/jawanisasi adalah proses dimana budaya jawa mendominasi, mengasimilasi atau mempengaruhi budaya lain di lain daerah. Istilah “javanise” berarti “untuk membuat atau menjadi Javanese/jawa di dalam bentuk, pemikiran, style, gaya atau karakter. Dominasi ini dapat mengambil tempat di berbagai aspek seperti budaya, Bahasa, politik dan social.
Masalah penjawaan telah menjadi isu sensitive dan critical terhadap pembangunan nasional dan kesatuan Indonesia.[106] Dominasi jawa dipertimbangkan tidak hanya pada dunia budaya tetapi juga social, politik dan ekonomi. Regime orde baru Suharto dikritisi karena politik penjawaan Indonesia selama puluhan tahun. Di dalam politik, administrasi, pemerintahan dan pegawai negeri sipil perspektif, penjawaan ini terkadang di persepsikan negative karena mengandung element terburuk dari budaya jawa, seperti social hirarki yang kokoh, authoritarianism (patuh buta pada pemimpin) dan arbitrariness. Sebuah perkembangan yang terkadang disebut sebagai "Mataramisation" dan "feudalisation", ditemani oleh kesukaan untuk menunjukkan status dan arogansi.[107] Sebuah tipikal penjelasan negative dari priyayi yang berperilaku seperti anggota dari kelas atas jawa.
Program transmigrasi yang memindah orang dari daerah padat penduduk jawa ke pulau Indonesia lain seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesian New Guinea, juga di kritisi sebagai pemercepat dan pem-promosi proses penjawaan di Indonesia. Masalah ini juga di bertambah dengan perkembangan masalah ketidak adilan, dimana pulau lain kurang dikembangkan dan perang social di daerah mereka, yang berkebalikan dengan perkembangan infrastruktur dan distribusi kekayaan terlihat hanya menginginkan fokus di jawa.
Negara dengan kasus rasisme terburuk
Saat maraknya covid-19, rasisme kembali terjadi yaitu masyarakat Asia yang mendapat diskriminasi, karena orang-orang menganggap bahwa orang orang Asia adalah penyebab munculnya virus COVID-19. Menurut stop AAPI, setidaknya terdapat 500 insiden diskriminasi yang dialami oleh masyarakat Asia dan dari Maret 2020 hingga Februari 2021 telah mencapai 3.785 laporan.
Mayoritas laporan mencatat 68% merupakan pelecehan verbal. Sementara 11% melibatkan serangan fisik. Puncaknya terjadi pada kasus penembakan di tempat spa Asia di Atlanta yang menewaskan 8 orang pada Maret lalu.
Daftar negara yang melaporkan kasus rasisme
1. Prancis
Beberapa anak keturunan Asia seperti China, Vietnam, Korea, dan Jepang dikabarkan telah dikucilkan dan diejek oleh teman-temannya di sekolah menegah Paris. Ini karena asal-usul etnis mereka.
Restoran China, Thailand, Kamboja, dan Jepang telah melaporkan penurunan pelanggan. Skala penurunan berkisar antara 30 hingga 50%.
2. Jerman
Majalah mingguan Der Spiegel pernah menerbitkan sampul kontroversial yang dianggap oleh beberapa orang menyalahkan China atas wabah tersebut dan memicu kebencian Anti-Asia atau xenofobia.
Kedutaan Besar China di Berlin telah mengakui peningkatan kasus permusuhan terhadap warganya sejak wabah. Pada 1 Februari 2020, seorang warga negara Tiongkok berusia 23 tahun di Berlin dilaporkan menerima penghinaan rasis dan kemudian dipukuli oleh dua penyerang tak dikenal, dalam sebuah insiden yang diklasifikasikan oleh polisi sebagai "xenofobia".
3. Belanda
Kasus paling banyak ditemukan dalam beberapa kolom komentar dalam postingan mengenai virus corona.
Pada 8 Februari 2020, sekelompok mahasiswa Tiongkok yang tinggal di asrama mahasiswa Universitas Wageningen menemukan bahwa lantai mereka telah dirusak. Kerusakan termasuk bendera Cina robek dari pintu siswa dan robek serta dinding dirusak dengan penghinaan bahasa Inggris.
4. Australia
Pada tanggal 20 Maret 2020, seorang siswa yang mengenakan masker di Hobart, Tasmania diberi tahu, "Anda terkena virus" dan "kembali ke negara Anda" sebelum ditinju sehingga menyebabkan matanya memar dan kacamata pecah. Alasan penyerangan tersebut sebagian disebabkan oleh perbedaan budaya dalam penggunaan masker di budaya Timur dan Barat.
Restoran dan perusahaan China di Sydney dan Melbourne juga tercatat telah mengalami penurunan bisnis yang dramatis, dengan perdagangan menurun lebih dari 70%.
5. India
Tak hanya di dunia Barat, di India sentimen Anti-Asia dan Anti-Oriental juga berhembus kencang. Sebuah survei yang dilaksanakan The Takshashila Institution menemukan bahwa 52,8% responden India merasa istilah seperti "Virus China" dan "Pandemi Made in China" tidak bersifat rasis.
Tak hanya itu, Presiden unit Negara Bagian dari partai berkuasa Bharatiya Janata atau BJP di West Bengal Dilip Ghosh pernah menyatakan bahwa China telah "menghancurkan alam" dan "itulah mengapa Tuhan membalas dendam terhadap mereka." Pernyataan tersebut kemudian dikecam oleh konsulat China di Kolkata, menyebut mereka "salah."
Bahkan rasisme tak hanya terjadi di negara negara eropa saja bahkan di asia sendiri masih saja ada oknum oknum tidak bertanggung jawab yang sangat senang membuat huru hara di antara masyarakat.
Countermeasures (melawan balik) rasisme
Melalui policy (aturan) pemerintah
- Affirmative action : Affirmative action (terkadang disebut juga reservations, alternative access, positive discrimination atau positive action dalam hukum dan aturan yang berada di negara lain). Hal ini bermakna untuk membuat aturan dan praktek dalam pemerintahan atau organisasi yang menguntungkan grup marginal atau minoritas dengan menyamakan gaji, meningkatkan edukasi dan mempromosikan diversity (keaneragaman), persamaan dalam social dan memperbaiki dugaan yang salah, menyakiti, serta halangan, hal ini disbut juga substantive equality.
- Anti-discrimination law : atau non-discrimination law merujuk ke aturan yang di buat untuk mencegah diskriminasi suatu grup, grup ini sering disebut protected group/grup yang dilindungi atau protected classes.[108] Hukum tentang Anti-discrimination bermacam macam tergantung pada tipe diskriminasi yang dilarang dan grup yang di lindungi oleh legislation.[109][110]
- Anti-racism : Anti-racism meliputi ide dan politik yang digunakan untuk menangani racial prejudice, systemic racism dan oppression dari suatu ras atau grup.
- Colorblind (buta warna dalam melihat ras): ideologi colorblind (ras) bertujuan untuk memperlakukan setiap individu secara sama tanpa pandang bulu dan warna. Meskipun ideologi ini mendapat kritik karena berakibat orang menjadi tidak nyaman dengan keaneragaman/perbedaan, tidak menerima pengalaman negative tentang rasisme, menolak warisan budaya, dan menerima perspektif keunikan diri sendiri.[111][112]
- Fighting Discrimination : The Fighting Discrimination Program dari Human Rights First yang focus pada kekerasan yang dikenal sebagai hate crimes atau bias crimes. Karena persamaan merupakan cornerstone dari perlindungan hak asasi manusia, diskriminasi dan semua bentuknya adalah pelanggaran HAM.
- Hukum negara hate speech : adalah aturan tentang berbicara ke publik dengan kebencian atau menyemangati untuk berbuat kekerasan ke orang atau grup berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau sexual orientation. [113]
- Racial integration : atau integration (penggabungan) termasuk desegregation (proses mengakhiri system racial segregation), meratakan halangan untuk bekerja sama, menciptakan kesempatan yang sama tanpa memperdulikan ras dan pembangunan budaya yang berdasar tradisi keanekaragaman, dibandingkan dengan mengubah suatu ras minoritas menjadi ras mayoritas. Desegregration merupakan urusan legal dan integration merupakan urusan social.
- Reappropriation : (reappropriation, reclamation, or resignification)[114] adalah proses budaya yang mana grup mengeklaim kembali kata-kata atau artifak yang sebelumnya digunakan untuk merendahkan grup tersebut.
Melalui sosial
- Cultural pluralism : adalah sebuah istilah yang digunakan saat grup yang lebih kecil berada dalam social yang lebih besar dan tetap menjaga keunikan identitas budaya mereka, dimana nilai dan praktik mereka diterima oleh budaya yang dominan dan menyediakan konsistensi hukum dan nilai dari social yang lebih besar.[115]
- Multiculturalism : The term multiculturalism mempunyai jangkauan makna yang luas di sosiologi, filosofi politik dan percakapan sehari-hari. Di dalam sosiologi dan penggunaan sehari-hari hal ini bermakna sama dengan ethnic pluralism, dua istilah ini yang sering digunakan sebagai sinonim dan untuk cultural pluralism adalah kumpulan dari berbagai grup etnis dan budaya yang hidup dalam satu masyarakat.[116]
- Social integration : adalah proses bergabungnya orang baru atau minoritas ke dalam suatu stuktur social dari suatu masyarakat. Social integration dan economic integration serta identity integration merupakan tiga dimensi utama dalam proses menjadi orang baru di dalam masyarakat yang menerima mereka. Social integration yang lebih tinggi berkontribusi terhadap mendekatkan jarak social antar grup dan mempunyai nilai dan praktek yang lebih konsisten yakni untuk membawa kebersamaan berbagai etnis tanpa memperdulikan bahasa, kasta, creed dll. Hal ini memberikan akses ke seluruh aspek masyarakat kepada orang baru dan menghilangkan segregation/pemisahan ras.[117]
- Nonviolence : adalah suatu praktek personal yang tidak menyakiti orang lain dalam kondisi apapun. Hal ini mungkin datang dari kepercayaan bahwa untuk mencapai suatu tujuan tidak perlu untuk menyakiti orang lain, hewan atau lingkungan dan hal ini merujuk ke general philosophy dari tidak ada kekerasan. Hal ini mungkin berdasarkan moral, agama, prinsip spiritual atau alasan yang mungkin strategic atau pragmatis[118]
- Toleration : adalah saat kita memperbolehkan/mengizinkan suatu perbuatan, ide, ideologi, suatu obyek/seseorang untuk membenci, tidak setuju atau tidak sejalan dengan kita.
Melalui edukasi
- Diversity training : adalah semua program yang digunakan untuk membuat positif interaksi antar grup/ras dan mengurangi prejudice (berprasangka buruk) dan diskriminasi serta umumnya mengajari individu yang berbeda untuk bekerja sama secara efektif.
- Anti-bias curriculum : adalah kurikulum yang mengusahakan untuk menentang prejudice (menganggap buruk) seperti rasisme, sexism, ableism, ageism, weightism, homophobia, classism, colorism, heightism, handism, diskriminasi agama dan bentuk-bentuk kyriarchy yang lain.[119]
Lihat pula
Pranala luar
Catatan kaki
Wikiwand in your browser!
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.